BElI TIKET MURAH YUK

Hukum Kebebasan Berfikir

Tanggapan kami bahwa orang yang membolehkan seseorang bebas menganut keyakinan dengan meyakini agama yang dia inginkan ; maka dia telah kafir karena setiap orang yang berkeyakinan bahwa seseorang boleh saja beragama dengan selain agama Muhammad صلی الله عليه وسلم, maka berarti dia telah kafir terhadap Allah سبحانه و تعالى, harus dipaksa bertaubat ; bila dia bersedia, maka dia selamat dari hukum dan bila tidak, maka dia wajib dibunuh.

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya" [Ali-Imran : 85]


Kamis, 21 Juli 2011

Syafaat di Hari Akhir

Bagaimana meraihnya & menjadi orang yang mulia di
Akhirat karenanya..
Al-Imam Abu Muhammad al-Barbahari berkata: "(Termasuk
landasan pokok Islam adalah kewajiban) mengimani syafa'at Ra
sulullah bagi orang-orang yang berbuat dosa dan salah (dari kaum
muslimin) pada hari kiamat, juga di atas ash-shiraath (jembatan
yang dibentangkan di ata
s permukaan neraka Jahannam), dan (dengan syafa'at) Rasulullah
mengeluarkan mereka (dengan izin Allah)
dari dalam neraka Jahannam. Masing-masing Nabi memiliki
syafa'at, demikian pula para shiddiq, orang-orang yang mati
syahid dan orang-orang yang shaleh…" [Syarhus Sunnah hal. 73].
Imam Abu Ja'far ath-Thahawi berkata: "Syafa'at yang Allah simpan
untuk kaum muslimin (di akhirat nanti)
adalah benar, sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits-hadits
Rasulullah " [Syarh Aqidah ath-Thahawiyyah hal. 229]
DEFINISI SYAFA’AT
Secara bahasa asy-Syaf’u berarti genap, lawan dari al-Witru.
Adapun secara istilah syari’at, Syafa’at adalah menjadi penengah
bagi orang lain untuk mengusahakan kebaikan atau mencegah
keburukan. [Syarhul Aqiidatil Waasithiyyah: 2/168]
AL-QUR-AN BERBICARA SYAFA’AT
“Siapakah (maksudnya; tiada seorangpun) yang dapat memberi
syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya" (QS al-Baqarah: 255).
Imam al-Qurthubi berkata: "Ayat (yang mulia) ini menetapkan
bahwa Allah mengizinkan siapa yang dikehendaki-Nya untuk
(memberikan) syafa'at, mereka adalah para Nabi, para ulama,
orang-orang yang berjihad (di jalan-Nya), para Malaikat, dan
orang-orang selain mereka yang dimuliakan dan diutamakan oleh
Allah. Kemudian mereka tidak bisa memberikan syafa'at kecuali
kepada orang yang diridhai Allah, sebagaimana firman-Nya:
"Dan mereka tidak (bisa) memberi syafa'at melainkan kepada
orang yang diridhai Allah" (QS al-Anbiyaa': 28)
Demikian pula firman Allah dalam ayat-ayat berikut:
"Pada hari itu (hari kemudian) tidak berguna syafa'at, kecuali
(syafa'at) orang yang diberi izin oleh Allah Maha Pemurah, dan Dia
telah meridhai perkataannya" (QS Thaahaa: 109).
"Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah
tidak dapat memberi syafa'at; akan tetapi (orang yang dapat
memberi syafa'at di sisi Allah ialah) orang yang mempersaksikan
(kalimat tauhid) dengan benar dan mereka menyakini(nya)" (QS
az-Zukhruf:86).
"Dan betapa banyak Malaikat di langit, syafa'at mereka sedikitpun
tidak berguna kecuali setelah Allah mengizinkannya bagi orang
yang dikehendaki dan diridhai-Nya" (QS an-Najm: 26).
Semua ayat di atas menetapkan adanya syafa'at pada hari kiamat
dengan syarat-syarat tertentu, yang akan kami paparkan.
HADITS-HADITS TENTANG SYAFA’AT
Pertama: Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wassalam bersabda: "Setiap Nabi mempunyai doa yang mesti
dikabulkan (oleh Allah ), maka mereka semua menyegerakan doa
mereka tersebut (di dunia), dan aku menyimpan doaku sebagai
syafa'at bagi umatku pada hari kiamat nanti, maka syafa'at itu
insya Allah akan diraih oleh orang yang meninggal dunia dari
umatku dalam keadaan dia tidak menyekutukan Allah dengan
sesuatu" [Shahih Muslim no. 199]
Kedua: Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wassalam bersabda: "Orang yang paling berbahagia dengan
(mendapatkan) syafa'atku pada hari kiamat adalah orang yang
mengucapkan (kalimat) Laa ilaaha illallahu (tidak ada sembahan
yang benar kecuali Allah) dengan ikhlas dari hati atau
jiwanya" [Shahih Bukhari no. 99]
Ketiga: Dari Abu Sa'id al-Khudri , dalam sebuah hadits qudsi yang
panjang, Allah berfirman: "Para Malaikat telah memberi syafa'at,
para Nabi (juga) telah memberi syafa'at, dan orang-orang yang
beriman (juga) telah memberi syafa'at, maka tidak tersisa kecuali
Zat Yang Maha Penyayang (Allah )…" [Shahih Muslim no. 183]
Keempat: Dari Abdullah bin 'Abbas beliau berkata: Sungguh aku
mendengar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
"Tidaklah seorang muslim meninggal dunia lalu jenazahnya
dishalatkan oleh 40 orang yang tidak menyekutukan Allah dengan
sesuatu, kecuali Allah akan menerima/mengabulkan syafa'at
mereka terhadapnya" [Shahih Muslim no. 948]
BEBERAPA MACAM SYAFA’AT DI AKHIRAT KELAK
Pertama: Syafa'at al-'Uzhma (syafa'at yang paling agung), inilah
al-Maqaamul Mahmuud (kedudukan yang terpuji) yang Allah
janjikan kepada Rasulullah.
Syafa'at ini adalah syafa'at beliau kepada seluruh umat manusia
ketika mereka dikumpulkan di padang mahsyar untuk menunggu
keputusan Allah, pada waktu itu manusia merasakan kesusahan
dan penderitaan yang sangat besar, sehingga mereka mendatangi
para Nabi: Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, 'Isa bin Maryam, agar
meminta syafa'at kepada Allah bagi mereka, tapi semua para Nabi
tersebut mengajukan keberatan, lalu mereka meminta kepada
Rasulullah dan beliaulah yang diizinkan oleh Allah untuk
memberikan syafa'at tersebut (lih. Shahih Bukhari: 7002 dan
Shahih Muslim: 193)
Kedua: Syafa'at Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam kepada
penghuni surga untuk masuk ke dalam surga, karena ketika
penduduk surga telah melewati ash-shiraath (jembatan yang
dibentangkan di atas permukaan neraka Jahanam), mereka
mendapati pintu surga tertutup, maka mereka meminta kepada
para Nabi di atas untuk meminta kepada Allah agar membuka
pintu surga, tapi mereka tidak mampu, sehingga Rasulullah yang
meminta syafa'at kepada Allah untuk membukakan pintu-pintu
surga bagi penghuninya (lih. Shahih Muslim no. 195)
Ketiga: Syafa'at kepada orang-orang beriman yang telah
dimasukkan ke dalam neraka karena dosa-dosa mereka, kemudian
dengan syafa'at tersebut mereka dikeluarkan dari neraka (lih. Fathul
Madjiid hal. 251)
Keempat: Syafa'at bagi penduduk surga untuk meninggikan
derajat mereka dan menambah keutamaan mereka (lih. al-Qoulul
Mufiid: 1/335, Imam Ibnu ‘Utsaimin)
SYARAT-SYARAT DITERIMANYA SYAFA’AT & SIAPA YANG
BERHAK MEMBERIKANNYA
Semua syafa'at adalah milik Allah semata, maka syafa'at yang
diterima di sisi-Nya hanyalah syafa'at yang memenuhi syarat-
syarat yang ditentukan-Nya. Allah berfirman:
“Katakanlah: ‘Semua syafa’at itu milik Allah.’” [QS. az-Zumar: 44]
Syarat-syarat diterimanya syafa’at tersebut adalah (Tafsir Ibnu
Katsir: 4/72):
Pertama: Ridha Allah terhadap orang yang akan memberi
syafa'at. Dalam hal ini mereka adalah Rasululla Shalallahu ‘alaihi
wassalam dan para Nabi lainnya, serta para Malaikat dan orang-
orang yang shaleh dari kaum mukminin, demikian juga anak-anak
kaum muslimin yang meninggal dunia sebelum baligh (dewasa),
dua atau tiga orang, dapat memberi syafa'at kepada orang tuanya
(sebagaimana dalam hadits shahih riwayat an-Nasaa-i no. 1876).
Kedua: Ridha Allah terhadap orang yang akan diberi syafa'at
terhadap orang yang akan diberi syafa'at.
Ketiga: Izin Allah dalam pemberian syafa'at tersebut. Dan izin
dari-Nya adalah setelah ridha-Nya kepada orang yang akan
memberi syafa'at dan orang yang akan diberi syafa'at.
Ketiga syarat ini disimpulkan oleh para ulama dari dalil-dalil yang
telah disebutkan.
SYAFA’AT YANG BATHIL
Syafa’at yang batil, yaitu syafa’at yang dinafikan dalam al-Qur’an
karena tidak memenuhi syarat-syarat di atas, inilah syafa’at yang
dijadikan sandaran oleh orang-orang musyrik kepada sembahan-
sembahan mereka, di mana mereka menyembah sembahan-
sembahan tersebut dan menyangka sembahan-sembahan
tersebut bisa memberi syafa’at untuk mereka di sisi Allah. Allah
berfirman:
“Dan mereka menyembah kepada selain Allah apa yang tidak
dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula
kemanfaatan, dan mereka berkata: "Sembahan-sembahan itu
adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah". Katakanlah:
"Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak
diketahui-Nya di langit dan tidak (pula) di bumi"? Maha Suci Allah
dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (itu)” (QS
Yunus:18).
Akan tetapi syafa’at ini tertolak dan tidak bermanfaat sama sekali,
sebagaimana firman-Nya:
“Maka tidak berguna bagi mereka syafa'at dari orang-orang yang
memberikan syafa'at" (QS al-Muddatstsir: 48).
AGAR KITA MENDAPAT SYAFA’AT
Imam Ibnul Qayyim berkata: "Renungkanlah sabda Nabi kepada
Abu Hurairah (dalam hadits sebelumnya); bagaimana Nabi
menjadikan sebab utama untuk mendapatkan syafa’at beliau
adalah memurnikan tauhid (penghambaan diri kepada Allah
semata), yang ini sangat berseberangan dengan persangkaan
orang-orang musyrik bahwa syafa’at itu diraih dengan
menjadikan pelindung-pelindung (selain Allah) sebagai pemberi
syafa’at, menyembah dan berloyal kepada mereka. Maka Nabi
membantah persangkaan dusta orang-orang musyrik tersebut
dan beliau menyampaikan bahwa sebab (untuk meraih) syafa’at
adalah (dengan) memurnikan tauhid, dan ketika itulah Allah
mengizinkan kepada pemberi syafa’at untuk memberikan
syafa’at…Dan sungguh Allah tidak akan meridhai ucapan dan
perbuatan (manusia) kecuali (yang dilandasi) tauhid kepada-Nya
dan ittibaa’ (mengikuti petunjuk dan sunnah)
Rasulullah…” [Madaarijus Saalikiin: 1/341]
Disamping itu, dalam hadits-hadist yang shahih Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wassalam menyebutkan beberapa amalan shaleh
yang menjadi sebab untuk meraih syafa'at di akhirat nanti , di
antaranya:
(1). Membaca al-Qur'an dengan merenungi kandungan maknanya.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: "Bacalah al-
Qur'an, karena sesungguhnya bacaan al-Qur'an itu akan datang
pada hari kiamat untuk memberi syafa'at bagi orang-orang yang
membacanya (sewaktu di dunia)" [Muslim: 804]
(2). Memperbanyak sujud (shalat-shalat sunnah setelah
melaksanakan shalat-shalat yang wajib). Ketika ada seorang
pelayan berkata kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam :
Keperluanku adalah agar engkau (wahai Rasulullah) memberi
syafa'at bagiku pada hari kiamat. Maka Rasulullah bersabda:
"Bantulah aku (untuk keperluanmu itu) dengan memperbanyak
sujud (shalat-shalat sunnah)" [ash-Shahiihah: 2102]
(3). Membaca shalawat kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wassalam dan meminta al-wasiilah untuk beliau (seperti yang
diucapkan pada doa setelah mendengar azan selesai
dikumandangkan). Dalam hadist yang shahih Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wassalam bersabda: "…Barangsiapa yang meminta al-
wasiilah untukku maka halal baginya (mendapatkan)
syafa'atku" [Muslim: 384]
(4). Tinggal di kota Madinah (kota Nabi), bersabar atas
kesusahannya dan meninggal dunia di sana. Ini disebutkan dalam
beberapa hadits shahih (di antaranya dalam Shahih Muslim no.
1374)
(5). Jenazah yang dishalatkan oleh empat puluh orang ahli tauhid.
Dari Abdullah bin 'Abbas beliau berkata: Sungguh aku mendengar
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: "Tidaklah seorang
muslim meninggal dunia lalu jenazahnya dishalatkan oleh empat
puluh orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu,
kecuali Allah akan menerima/ mengabulkan syafa'at mereka
terhadapnya" [Shahih Muslim no. 948]

Minggu, 26 Juni 2011

MENYINGKAP RAHASIA Di Balik Fadhilah “AL-HAWQOLAH”

FADHILAH “AL-HAWQOLAH”
Di antara kalimat-kalimat dzikir yang memiliki keutamaan dan
hakikat makna yang agung dalam syari ’at Islam adalah “al-
Hawqolah” yaitu kalimat;
ِﻪﻠﻟِﺎﺑ َّﻻﺇ َﺓَّﻮُﻗ َﻻَﻭ َﻻْﻮَﺣ َﻻ
Laa Haula walaa Quwwata illaa Billaah, yang secara bahasa berarti;
“ Tiada daya dan kekuatan melainkan dengan daya dan kekuatan
(pertolongan) dari Allah”.
Keutamaan kalimat tersebut termaktub dalam nash-nash yang
shahih dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam dan para Sahabatnya.
Di antaranya adalah riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim
bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam pernah
bersabda kepada sahabatnya:
َّﻻﺇ َﺓَّﻮُﻗ َﻻَﻭ َﻻْﻮَﺣ َﻻ ؟ِﺔَّﻨَﺠْﻟﺍ ِﺯْﻮُﻨُﻛ ْﻦِﻣ ٌﺰْﻨَﻛ َﻲِﻫ ٍﺔَﻤِﻠَﻛ ﻰﻠﻋ َﻚُّﻟُﺩَﺃ َﻻﺃ
ِﻪﻠﻟِﺎﺑ
“Tidakkah engkau ingin aku tunjukkan satu kalimat, yang ia
merupakan harta dari harta karun surgawi? (dialah kalimat) ‘Laa
haula walaa quwwata illaa billaah’”. [Shahih Bukhari: 4205, 6384,
Shahih Muslim: 2704]
Di antaranya juga adalah hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash,
bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam pernah
bersabda:
َﻥﺎَﺤْﺒُﺳَﻭ ُﺮَﺒْﻛﺃ ُﻪﻠﻟﺍَﻭ ُﻪﻠﻟﺍ َّﻻﺇ َﻪَﻟﺇ َﻻ ُﻝْﻮــُﻘَﻳ ٌﻞُﺟَﺭ ِﺽْﺭَﻷﺍ ﻰﻠﻋ ﺎﻣ
ِﻪﻠﻟِﺎﺑ َّﻻﺇ َﺓَّﻮُﻗ َﻻَﻭ َﻻْﻮَﺣ َﻻَﻭ ِﻪـّﻠِﻟ ُﺪْﻤـَﺤْﻟﺍَﻭ ِﻪﻠﻟﺍ، ُﻪْﻨَﻋ ْﺕَﺮِّﻔُﻛ َّﻻﺇ
ِﺮْﺤَﺒْﻟﺍ ِﺪْﺑَﺯ ْﻦِﻣ َﺮَﺜْﻛَﺃ ْﺖَﻧﺎَﻛ ْﻮَﻟَﻭ ُﻪُﺑْﻮُﻧُﺫ
“Tidaklah ada seseorang di atas bumi yang mengucapkan; (yang
artinya: Tiada sesembahan yang berhak disembah dengan benar
kecuali Allah, dan Allah Mahabesar, Mahasuci Allah, segala pujian
bagi Allah, dan tiada daya kekuatan melainkan dengan daya
kekuatan Allah), kecuali pasti Allah akan menghapus dosa-dosanya
sekalipun dosa tersebut lebih banyak dari buih di lautan ”. [HR.
Tirmidzi dan al-Hakim, Shahiihul Jaami’: 5636]
Diriwayatkan bahwasanya ‘Utsman bin ‘Affan pernah ditanya
tentang tafsiran “al-Baaqiyaatus Shoolihaat” (amal-amal shalih
yang kekal) dalam firman Allah (QS. al-Kahfi: 46):
ُﺕﺎَﺤِﻟﺎَّﺼﻟﺍ ُﺕﺎَﻴِﻗﺎَﺒْﻟﺍَﻭ ﺎﻴﻧﺪﻟﺍ ِﺓﺎَﻴَﺤْﻟﺍ ُﺔَﻨﻳِﺯ َﻥﻮُﻨَﺒْﻟﺍَﻭ ُﻝﺎَﻤْﻟﺍ
ﺎﻠﻣﺃ ٌﺮْﻴَﺧَﻭ ﺎﺑﺍﻮﺛ َﻚِّﺑَﺭ َﺪْﻨِﻋ ٌﺮْﻴَﺧ
(yang artinya) “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan
dunia, akan tetapi amalan-amalan shalih yang kekal, adalah lebih
baik ganjarannya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi
harapan. ”
Maka ‘Utsman bin ‘Affan menjawab: “Dia (al-Baqiyaatus Shoolihat
yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah kalimat); Laa ilaaha
illallaah wa subhaanallaahi walhamdulillaahi wallaahuakbaru laa
haula walaa quwwata illaa billaahi. ” [al-Musnad: 1/71, dinukil dari
Fiqhul Ad’iyati wal Adzkaar: 1/276]
Dalam riwayat yang dishahihkan oleh al-Hakim dan disepakati oleh
adz-Dzahabi, disebutkan bahwa kalimat “Laa haula walaa quwwata
illaa billaahi” merupakan harta karun yang terletak di bawah ‘Arsy.
Dalam riwayat yang lain (al-Musnad: 5/418, Shahih Ibn Hibban no.
821) disebutkan bahwa kalimat tersebut merupakan tanaman-
tanaman di surga. [dinukil dari Fiqhul Ad ’iyati wal Adzkaar: 1/278]
Dalam salah satu hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah r
memerintahkan untuk memperbanyak ucapan “Laa haula walaa
quwwata illaa billaahi” (Silsilah ash-Shahihah: 2528], dan ini
menunjukkan betapa agungnya kedudukan kalimat tersebut.
Sehingga wajib bagi kita untuk mempelajari kandungan maknanya
sekaligus mengamalkannya dengan benar.
Syaikh Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdulmuhsin al-Badr
hafizhahullaah mengatakan: “Merupakan kelaziman bagi setiap
muslim (dalam berdzikir kepada Allah) untuk memahami maksud
dan makna kalimat ini, agar dzikirnya kepada Allah berdiri di atas
dasar ilmu dan pemahaman tentang maksud kalimat dzikir yang
diucapkannya. Adapun jika seorang muslim sekedar mengulang-
ngulang bacaan yang tidak dipahami maknanya, atau lafaz yang
tidak diketahui maksudnya, maka ini tidak akan berbekas di hati
dan faidah yang diperoleh pun lemah.
Oleh karena itu, setiap muslim harus mengilmui (makna) kalimat
ini (demikian juga dengan kalimat dzikir lain yang diucapkannya),
karena dengan itu, dzikir akan memberikan buahnya, faidahnya
akan terwujud, yang berdzikir pun akan meraih faidahnya. ” [Fiqhul
Ad’iyah wal Adzkaar:1/ 280]
HAKIKAT MAKNA AL-HAWQOLAH
Kalimat al-Hawqolah, sebagaimana dikatakan oleh para ulama,
mengandung konsekuensi makna; “isti’aanah (memohon
pertolongan) hanya kepada Allah.” Karena kalimat ini berisi ikrar
hamba, bahwasanya ia sedikitpun tidak memiliki daya dan
kemampuan untuk meraih apa yang diinginkan dan menghindar
dari apa yang dibencinya, kecuali dengan daya dan kekuatan
(pertolongan) dari al-Maula, yaitu Allah semata.
Sungguh para Salaf begitu mendalam pemahamannya tentang
rahasia makna kalimat ini. Renungkanlah bagaimana Ibnu ‘Abbas
radhiallahu’anhu menafsirkan makna al-Hawqolah (Laa hawla
walaa quwwata illaa billaah) dengan ucapannya:
ِﻪﻠﻟﺎِﺑ َّﻻﺇ ِﺔَﻋﺎـَّﻄﻟﺎِﺑ ِﻞَﻤَﻌْﻟﺍ ﻰﻠﻋ ﺎﻨﺑ َﻝْﻮَﺣ َﻻ، ﻰﻠﻋ ﺎﻨﻟ َﺓَّﻮُﻗ َﻻَﻭ
ِﻪﻠﻟﺎِﺑ َّﻻﺇ ِﺔَﻴِﺼْﻌَﻤْﻟﺍ ِﻙْﺮَﺗ
“Tidak ada kemampuan bagi kami dalam melakukan amalan
ketaatan kecuali dengan pertolongan Allah, dan tidak ada kekuatan
bagi kami untuk meninggalkan maksiat kecuali dengan
pertolongan dari Allah (pula). ”
Demikian pula Zuhair bin Muhammad pernah ditanya tentang
makna “Laa hawla walaa quwwata illaa billaah”, lalu beliau
menjawab:
ِﻪﻠﻟﺎِﺑ ِّﻻِﺇ ُّﺐِﺤُﺗ ﺎﻣ ُﺬُﺧْﺄَﺗ َﻻ، ِﻪﻠﻟﺍ ِﻥْﻮَﻌِﺑ َّﻻِﺇ ُﻩَﺮْﻜَﺗ ﺎﻤﻣ ُﻊِﻨَﺘْﻤَﺗ َﻻَﻭ
“Engkau tidak akan mampu meraih apa-apa yang engkau sukai
kecuali dengan pertolongan Allah, dan engkau tidak akan mampu
menghindar dari apa-apa yang engkau benci kecuali dengan
pertolongan Allah pula. ”
Kedua tafsiran tersebut diriwayatkan oleh as-Suyuthi dalam ad-
Durul Mantsuur: 5/393-394 [dinukil dari Fiqhul Ad ’iyah wal
Adzkaar: 1/282]
Oleh sebab itu, Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah rahimahullaah
mengatakan dalam kitabnya Madaarijus Saalikiin (1/78): “Tidak
diragukan lagi bahwasanya do’a yang paling bermanfaat dan
paling utama bagi hamba adalah do’a agar ia mendapatkan
pertolongan dari Allah demi meraih keridhaan-Nya dan taufik
dalam mentaati-Nya. Inilah yang diajarkan oleh Nabi Shalallahu
‘ alaihi wassalam kepada Mu’adz bin Jabal karena kecintaannya
kepada Mu’adz:
ُﺫﺎَﻌُﻣ ﺎﻳ، َﻚُّﺒِﺣُﻷ ﻲﻧﺇ ِﻪﻠﻟﺍَﻭ، ٍﺓَﻼـَﺻ ِّﻞُﻛ َﺮُﺑُﺩ َﻝْﻮـُﻘَﺗ ْﻥَﺃ َﺲْﻨَﺗ َﻼَﻓ:
َﻚِﺗَﺩﺎَﺒِﻋ ِﻦْﺴُﺣَﻭ َﻙِﺮْﻜُﺷَﻭ َﻙِﺮْﻛِﺫ ﻰﻠﻋ ْﻲِّﻨِﻋَﺃ َّﻢُﻬَّﻠﻟﺍ
“Wahai Mu’adz, Demi Allah aku mencintaimu, maka dari itu jangan
engkau lupa untuk membaca dipenghujung sholat (setelah
tahiyyat, sebelum salam -red) do ’a (yang artinya): ‘Ya Allah,
tolonglah aku dalam berdzikir kepada-Mu, dalam mensyukuri-Mu,
dan dalam memperbaiki ibadahku kepada-Mu. ” [Hadits Shahih,
lihat pula Shahiih Targhiib wat Tarhiib no. 1596, asy-Syaamilah -
red]
ANTARA “AL-HAWQOLAH” DAN “AL-FATIHAH”
Para ulama mengatakan: Sebagaimana kalimat Tauhid “Laa ilaaha
illallaah” tidak akan ada faidahnya kecuali dengan mengikhlaskan
segenap ibadah hanya bagi Allah semata, maka demikian pula
kalimat al-Hawqolah “Laa hawla walaa quwwata illaa billaah” tidak
akan berarti apa-apa kecuali dengan mengikhlaskan isti’anah
(permohonan pertolongan) hanya kepada Allah semata. Sungguh
Allah telah menghimpun “rahasia” kedua makna tersebut pada
satu ayat dalam Surat al-Qur-aan yang paling agung, al-Fatihah:
ُﻦﻴِﻌَﺘْﺴَﻧ َﻙﺎَّﻳِﺇَﻭ ُﺪُﺒْﻌَﻧ َﻙﺎَّﻳِﺇ
“Hanya kepada-Mu kami beribadah, dan hanya kepada-Mu kami
memohon pertolongan.”
Kalimat pertama (ُﺪُﺒْﻌَﻧ َﻙﺎَّﻳﺇ) menyiratkan ikrar perlepasan diri
hamba dari kesyirikan, dan kalimat kedua (ﻦﻴﻌﺘﺴﻧ ﻙﺎﻳﺇﻭ)
mengandung ikrar ketidakmampuan dan ketidakberdayaan hamba
dalam mewujudkan segala hal yang diinginkannya kecuali dengan
pertolongan Allah semata.
Tidak heran jika Ibnul Qayyim menukil ucapan gurunya (Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah): “Aku meneliti dan merenungkan
(kandungan) do’a yang paling bermanfaat (bagi hamba), maka aku
menemukannya pada do’a yang mengandung permintaan tolong
hamba kepada Allah untuk meraih keridhaan-Nya, dan aku melihat
(kandungan do ’a tersebut) ada di al-Fatihah (ﻙﺎﻳﺇﻭ ﺪﺒﻌﻧ ﻙﺎﻳﺇ
ﻦﻴﻌﺘﺴﻧ)...” [Madaarijus Saalikiin: 1/78, dinukil dari Fiqhul Ad’iyah
wal Adzkaar: 1/284]
ANTARA “AL-HAWQOLAH” DAN “TAWAKKAL”
Kalimat “Laa haula walaa quwwata illaa billaahi” juga mengandung
konsekuensi tawakkal hanya kepada Allah. Yang demikian ini,
sebagaimana diterangkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,
dikarenakan segala perkara bergantung pada masyii-atillaah
(kehendak Allah) dan kekuasaan-Nya. Betapapun seorang hamba
berjuang dalam ikhtiarnya meraih hasrat dan impian, keputusan
akhir tetap ada di tangan Allah, karena hanya Dia yang memiliki
kemampuan dan kekuatan. Seorang hamba hanya wajib ber-
ikhtiar, sedang kepastian setiap perkara ada dalam genggaman-
Nya, maka harapan hanya pantas ditujukan kepada Allah saja, dan
itu mutlak membutuhkan tawakkal.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menukil sebuah atsar yang indah
dan sarat makna, ketika menjelaskan hakikat ini:
ِﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﻋ ْﻞَّﻛَﻮَﺘَﻴْﻠَﻓ ِﺱﺎَّﻨﻟﺍ ﻯﻮﻗﺃ َﻥْﻮُﻜَﻳ ْﻥﺃ ُﻩَّﺮَﺳ ْﻦَﻣ، ْﻥَﺃ ُﻩَّﺮَﺳ ْﻦَﻣَﻭ
ِﻩِﺪَﻳ ْﻲِﻓ ﺎﻤﺑ ُﻪْﻨِﻣ ُﻖَﺛْﻭَﺃ ِﻪﻠﻟﺍ ِﺪَﻳ ْﻲِﻓ ﺎﻤﺑ ْﻦُﻜَﻴْﻠَﻓ ِﺱﺎَّﻨﻟﺍ ﻰﻨﻏﺃ َﻥْﻮُﻜَﻳ
“Barangsiapa senang menjadi manusia yang paling kuat, maka
hendaklah ia bertawakkal kepada Allah. Dan barangsiapa yang
senang menjadi manusia yang paling kaya, maka hendaklah apa-
apa yang ada di tangan Allah lebih pasti baginya dibandingkan
dengan apa-apa yang telah ada dalam genggaman tangannya
(sekalipun). ” [Majmu’ Fatawa: 13/321-322, dinukil dari Fiqhul Ad’iyah
wal Adzkaar: 1/283]
Demikianlah rahasia di balik keagungan al-Hawqolah. Tentunya
setelah memahami makna kalimat ini, kita bisa mengamalkannya
dalam do ’a dengan hati yang lebih khusyu’, penuh harapan dan
rasa ketundukan pada Allah ‘azza wa jalla, terutama pada 2 kondisi
yang telah dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:
Petama; saat memohon pertolongan Allah. dan kedua; ketika
bertawakkal, menanti keputusan Allah setelah melakukan ikhtiar.
***
Disusun oleh Redaksi al-Hujjah (semoga Allah mengampuni dan
meninggikan derajatnya)
Muroja’ah oleh: Ust. Fakhruddin Abdurrahman, Lc.

Fadhilah& BentukPengamalannya (Berdasarkan Sunnah)

Tidak diragukan bahwa Dzikrullaah merupakan salah satu ibadah
yang agung. Dengan Dzikrullaah, seorang hamba mendekatkan
diri kepada Rabb-nya, mengisi waktunya dan memanfaatkan
nafas-nafasnya.
FADHILAH MAJELIS DZIKIR
Demikian juga majelis dzikir, merupakan majelis yang sangat
mulia di sisi Allah Ta ’ala dan memiliki berbagai keutamaan yang
agung. Diantaranya:
Pertama: Majelis dzikir adalah taman surga di dunia ini. Nabi
Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
َﻝﺎَﻗ ِﺔَّﻨَﺠْﻟﺍ ُﺽﺎَﻳِﺭ ﺎﻣﻭ ﺍﻮﻟﺎﻗ ﺍﻮﻌﺗﺭﺎﻓ ِﺔَّﻨَﺠْﻟﺍ ِﺽﺎَﻳِﺮِﺑ ْﻢُﺗْﺭَﺮَﻣ ﺍﺫﺇ
ِﺮْﻛِّﺬﻟﺍ ُﻖَﻠِﺣ
”Jika kamu melewati taman-taman surga, maka singgahlah
dengan senang.” Para sahabat bertanya, “Apakah taman-taman
surga itu?” Beliau menjawab, “Halaqah-halaqah (kelompok-
kelompok) dzikir.” [Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah, no. 2562]
Kedua: Majelis dzikir merupakan majelis malaikat. Juga menjadi
penyebab turunnya ketenangan dan rahmat Allah. Allah
membanggakannya kepada malaikat. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wassalam bersabda:
ُﺔَﻜِﺋﺎَﻠَﻤْﻟﺍ ُﻢُﻬْﺘَّﻔَﺣ ﺎﻟﺇ َّﻞَﺟَﻭ َّﺰَﻋ َﻪَّﻠﻟﺍ َﻥﻭُﺮُﻛْﺬَﻳ ٌﻡْﻮَﻗ ُﺪُﻌْﻘَﻳ ﺎﻟ
ْﻦَﻤﻴِﻓ ُﻪَّﻠﻟﺍ ُﻢُﻫَﺮَﻛَﺫَﻭ ُﺔَﻨﻴِﻜَّﺴﻟﺍ ُﻢِﻬْﻴَﻠَﻋ ْﺖَﻟَﺰَﻧَﻭ ُﺔَﻤْﺣَّﺮﻟﺍ ُﻢُﻬْﺘَﻴِﺸَﻏَﻭ
ُﻩَﺪْﻨِﻋ
Tidaklah sekelompok orang duduk berdzikir kepada Allah ‘Azaa wa
Jalla, kecuali para malaikat mengelilingi mereka, rahmat (Allah)
meliputi mereka, ketentraman turun kepada mereka, dan Allah
menyebut-nyebut mereka di hadapan (para malaikat) yang ada di
sisiNya. [HR Muslim, no. 2700]

Jumat, 17 Juni 2011

Adab Bertamu dan Memuliakan Tamu

Pembaca muslim yang dimuliakan oleh Allah ta’ala, seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir akan mengimani wajibnya memuliakan tamu sehingga ia akan menempatkannya sesuai dengan kedudukannya. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلأخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ

“Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari)


Berikut ini adalah adab-adab yang berkaitan dengan tamu dan bertamu. Kami membagi pembahasan ini dalam dua bagian, yaitu adab bagi tuan rumah dan adab bagi tamu.

Adab Bagi Tuan Rumah

1. Ketika mengundang seseorang, hendaknya mengundang orang-orang yang bertakwa, bukan orang yang fajir (bermudah-mudahan dalam dosa), sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لاَ تُصَاحِبْ إِلاَّ مُؤْمِنًا,وَلاَ يَأْكُلُ طَعَامَك َإِلاَّ تَقِيٌّ

“Janganlah engkau berteman melainkan dengan seorang mukmin, dan janganlah memakan makananmu melainkan orang yang bertakwa!” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

2. Tidak mengkhususkan mengundang orang-orang kaya saja, tanpa mengundang orang miskin, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى لَهَا الأَغْنِيَاءُ ، وَيُتْرَكُ الْفُقَرَاءُ

“Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah di mana orang-orang kayanya diundang dan orang-orang miskinnya ditinggalkan.” (HR. Bukhari Muslim)

3. Tidak mengundang seorang yang diketahui akan memberatkannya kalau diundang.

4. Disunahkan mengucapkan selamat datang kepada para tamu sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya tatkala utusan Abi Qais datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda,

مَرْحَبًا بِالْوَفْدِ الَّذِينَ جَاءُوا غَيْرَ خَزَايَا وَلاَ نَدَامَى

“Selamat datang kepada para utusan yang datang tanpa merasa terhina dan menyesal.” (HR. Bukhari)

5. Menghormati tamu dan menyediakan hidangan untuk tamu makanan semampunya saja. Akan tetapi, tetap berusaha sebaik mungkin untuk menyediakan makanan yang terbaik. Allah ta’ala telah berfirman yang mengisahkan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam bersama tamu-tamunya:

فَرَاغَ إِلىَ أَهْلِهِ فَجَاءَ بِعِجْلٍ سَمِيْنٍ . فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ آلاَ تَأْكُلُوْنَ

“Dan Ibrahim datang pada keluarganya dengan membawa daging anak sapi gemuk kemudian ia mendekatkan makanan tersebut pada mereka (tamu-tamu Ibrahim-ed) sambil berkata: ‘Tidakkah kalian makan?’” (Qs. Adz-Dzariyat: 26-27)

6. Dalam penyajiannya tidak bermaksud untuk bermegah-megah dan berbangga-bangga, tetapi bermaksud untuk mencontoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Nabi sebelum beliau, seperti Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Beliau diberi gelar “Abu Dhifan” (Bapak para tamu) karena betapa mulianya beliau dalam menjamu tamu.

7. Hendaknya juga, dalam pelayanannya diniatkan untuk memberikan kegembiraan kepada sesama muslim.

8. Mendahulukan tamu yang sebelah kanan daripada yang sebelah kiri. Hal ini dilakukan apabila para tamu duduk dengan tertib.

9. Mendahulukan tamu yang lebih tua daripada tamu yang lebih muda, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيُجِلَّ كَبِيْرَنَا فَلَيْسَ مِنَّا

“Barang siapa yang tidak mengasihi yang lebih kecil dari kami serta tidak menghormati yang lebih tua dari kami bukanlah golongan kami.” (HR Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad). Hadits ini menunjukkan perintah untuk menghormati orang yang lebih tua.

10. Jangan mengangkat makanan yang dihidangkan sebelum tamu selesai menikmatinya.

11. Di antara adab orang yang memberikan hidangan ialah mengajak mereka berbincang-bincang dengan pembicaraan yang menyenangkan, tidak tidur sebelum mereka tidur, tidak mengeluhkan kehadiran mereka, bermuka manis ketika mereka datang, dan merasa kehilangan tatkala pamitan pulang.

12. Mendekatkan makanan kepada tamu tatkala menghidangkan makanan tersebut kepadanya sebagaimana Allah ceritakan tentang Ibrahim ‘alaihis salam,

فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ

“Kemudian Ibrahim mendekatkan hidangan tersebut pada mereka.” (Qs. Adz-Dzariyat: 27)

13. Mempercepat untuk menghidangkan makanan bagi tamu sebab hal tersebut merupakan penghormatan bagi mereka.

14. Merupakan adab dari orang yang memberikan hidangan ialah melayani para tamunya dan menampakkan kepada mereka kebahagiaan serta menghadapi mereka dengan wajah yang ceria dan berseri-seri.

15. Adapun masa penjamuan tamu adalah sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ أَيَّامٍ وَجَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيَْلَةٌ وَلاَ يَحِلُّ لِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أَنْ يُقيْمَ عِنْدَ أَخِيْهِ حَتَّى يُؤْثِمَهُ قاَلُوْا يَارَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ يُؤْثِمَهُ؟ قَالَ :يُقِيْمُ عِنْدَهُ وَلاَ شَيْئَ لَهُ يقْرِيْهِ بِهِ

“Menjamu tamu adalah tiga hari, adapun memuliakannya sehari semalam dan tidak halal bagi seorang muslim tinggal pada tempat saudaranya sehingga ia menyakitinya.” Para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana menyakitinya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Sang tamu tinggal bersamanya sedangkan ia tidak mempunyai apa-apa untuk menjamu tamunya.”

16. Hendaknya mengantarkan tamu yang mau pulang sampai ke depan rumah.

Adab Bagi Tamu

1. Bagi seorang yang diundang, hendaknya memenuhinya sesuai waktunya kecuali ada udzur, seperti takut ada sesuatu yang menimpa dirinya atau agamanya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ دُعِىَ فَلْيُجِبْ

“Barangsiapa yang diundang maka datangilah!” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

وَمَنْ تَرَكَ الدَّعْـوَةَ فَقَدْ عَصَى اللهَ وَرَسُوْلَهُ

“Barang siapa yang tidak memenuhi undangan maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari)

Untuk menghadiri undangan maka hendaknya memperhatikan syarat-syarat berikut:

* Orang yang mengundang bukan orang yang harus dihindari dan dijauhi.
* Tidak ada kemungkaran pada tempat undangan tersebut.
* Orang yang mengundang adalah muslim.
* Penghasilan orang yang mengundang bukan dari penghasilan yang diharamkan. Namun, ada sebagian ulama menyatakan boleh menghadiri undangan yang pengundangnya berpenghasikan haram. Dosanya bagi orang yang mengundang, tidak bagi yang diundang.
* Tidak menggugurkan suatu kewajiban tertentu ketika menghadiri undangan tersebut.
* Tidak ada mudharat bagi orang yang menghadiri undangan.

2. Hendaknya tidak membeda-bedakan siapa yang mengundang, baik orang yang kaya ataupun orang yang miskin.

3. Berniatlah bahwa kehadiran kita sebagai tanda hormat kepada sesama muslim. Sebagaimana hadits yang menerangkan bahwa, “Semua amal tergantung niatnya, karena setiap orang tergantung niatnya.” (HR. Bukhari Muslim)

4. Masuk dengan seizin tuan rumah, begitu juga segera pulang setelah selesai memakan hidangan, kecuali tuan rumah menghendaki tinggal bersama mereka, hal ini sebagaimana dijelaskan Allah ta’ala dalam firman-Nya:

يَاأََيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ تَدْخُـلُوْا بُيُـوْتَ النَّبِي ِّإِلاَّ أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَى طَـعَامٍ غَيْرَ نَاظِـرِيْنَ إِنهُ وَلِكنْ إِذَا دُعِيْتُمْ فَادْخُلُوْا فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِـرُوْا وَلاَ مُسْتَئْنِسِيْنَ لِحَدِيْثٍ إَنَّ ذلِكُمْ كَانَ يُؤْذِى النَّبِيَّ فَيَسْتَحِي مِنْكُمْ وَاللهُ لاَ يَسْتَحِي مِنَ اْلحَقِّ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak makanannya! Namun, jika kamu diundang, masuklah! Dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa memperpanjang percakapan! Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi. Lalu, Nabi malu kepadamu untuk menyuruh kamu keluar. Dan Allah tidak malu menerangkan yang benar.” (Qs. Al Azab: 53)

5. Apabila kita dalam keadaan berpuasa, tetap disunnahkan untuk menghadiri undangan karena menampakkan kebahagiaan kepada muslim termasuk bagian ibadah. Puasa tidak menghalangi seseorang untuk menghadiri undangan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إذَا دُعِىَ أَحَدُكُمْ فَلْيُجِبْ فَإِنْ كَانَ صَاِئمًا فَلْيُصَِلِّ وِإِنْ كَانَ مُفْـطِرًا فَلْيُطْعِمْ

“Jika salah seorang di antara kalian di undang, hadirilah! Apabila ia puasa, doakanlah! Dan apabila tidak berpuasa, makanlah!” (HR. Muslim)

6. Seorang tamu meminta persetujuan tuan untuk menyantap, tidak melihat-lihat ke arah tempat keluarnya perempuan, tidak menolak tempat duduk yang telah disediakan.

7. Termasuk adab bertamu adalah tidak banyak melirik-lirik kepada wajah orang-orang yang sedang makan.

8. Hendaknya seseorang berusaha semaksimal mungkin agar tidak memberatkan tuan rumah, sebagaimana firman Allah ta’ala dalam ayat di atas: “Bila kamu selesai makan, keluarlah!” (Qs. Al Ahzab: 53)

9. Sebagai tamu, kita dianjurkan membawa hadiah untuk tuan rumah karena hal ini dapat mempererat kasih sayang antara sesama muslim,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berilah hadiah di antara kalian! Niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Bukhari)

10. Jika seorang tamu datang bersama orang yang tidak diundang, ia harus meminta izin kepada tuan rumah dahulu, sebagaimana hadits riwayat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:

كَانَ مِنَ اْلأَنْصَارِ رَجـُلٌ يُقَالُ لُهُ أَبُوْ شُعَيْبُ وَكَانَ لَهُ غُلاَمٌ لِحَامٌ فَقَالَ اِصْنَعْ لِي طَعَامًا اُدْعُ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَامِسَ خَمْسَةٍ فَدَعَا رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَامِسَ خَمْسَةٍ فَتَبِعَهُمْ رَجُلٌ فَقَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّكَ دَعَوْتَنَا خَامِسَ خَمْسَةٍ وَهذَا رَجُلٌ قَدْ تَبِعَنَا فَإِنْ شِئْتَ اْذَنْ لَهُ وَإِنْ شِئْتَ تَرَكْتُهُ قَالَ بَلْ أَذْنْتُ لَهُ

“Ada seorang laki-laki di kalangan Anshor yang biasa dipanggil Abu Syuaib. Ia mempunyai seorang anak tukang daging. Kemudian, ia berkata kepadanya, “Buatkan aku makanan yang dengannya aku bisa mengundang lima orang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengundang empat orang yang orang kelimanya adalah beliau. Kemudian, ada seseorang yang mengikutinya. Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Engkau mengundang kami lima orang dan orang ini mengikuti kami. Bilamana engkau ridho, izinkanlah ia! Bilamana tidak, aku akan meninggalkannya.” Kemudian, Abu Suaib berkata, “Aku telah mengizinkannya.”" (HR. Bukhari)

11. Seorang tamu hendaknya mendoakan orang yang memberi hidangan kepadanya setelah selesai mencicipi makanan tersebut dengan doa:

أَفْطَرَ عِنْدَكُمُ الصَّائِمُوْنَ, وَأَكَلَ طَعَامَكُمُ اْلأَبْرَارَ,وَصَلَّتْ عَلَيْكُمُ اْلمَلاَئِكَةُ

“Orang-orang yang puasa telah berbuka di samping kalian. Orang-orang yang baik telah memakan makanan kalian. semoga malaikat mendoakan kalian semuanya.” (HR Abu Daud, dishahihkan oleh Al Albani)

اَللّهُـمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِي, وَاْسقِ مَنْ سَقَانِي

“Ya Allah berikanlah makanan kepada orang telah yang memberikan makanan kepadaku dan berikanlah minuman kepada orang yang telah memberiku minuman.” (HR. Muslim)

اَللّهُـمَّ اغْـفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ وَبَارِكْ لَهُمْ فِيْمَا رَزَقْتَهُمْ

“Ya Allah ampuni dosa mereka dan kasihanilah mereka serta berkahilah rezeki mereka.” (HR. Muslim)

12. Setelah selesai bertamu hendaklah seorang tamu pulang dengan lapang dada, memperlihatkan budi pekerti yang mulia, dan memaafkan segala kekurangan tuan rumah.

Senin, 13 Juni 2011

Bila Punya Teman Suka Maksiat

Pertanyaan: Sekelompok orang kegiatannya seputar menggunjing, menghasut, main kartu, dan sejenisnya. Bolehkah bergaul dengan mereka? Perlu diketahui, bahwa mereka adalah kelompok saya, rata-rata terikat dengan hubungan persaudaraan, garis keturunan, persahabatan dan sebagainya. Jawaban:
Bergaul dengan kelompok sempalan tersebut berarti me-makan daging mayat saudara-saudara mereka. Sunggung mereka benar-benar dungu, karena Allah telah menyebutkan di dalam al-Qur'an, "Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yaang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya." (Al-Hujurat: 12). Maka mereka itu adalah orang-orang yang memakan dating manusia dalam pergaulan mereka, na'udzu billah. Mereka telah melakukan dosa besar. Yang wajib anda lakukan menasehati mereka, jika mereka mau menerima dan meninggalkan perbuatan itu, maka itulah yang diharapkan. Jika tidak, maka hendaknya anda menjauhi mereka, hal ini berdasarkan firman Allah سبحانه و تعالى, "Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam al-Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam jahannam. " (An-Nisa': 140). Allah menyatakan bahwa orang-orang yang duduk-duduk bersama mereka yang apabila mendengar ayat-ayat Allah mereka mengingkarinya dan mengolok-oloknya, Allah menganggap orang-orang tersebut sama dengan mereka. Ini merupakan perkara serius, karena berarti mereka keluar dari agama. Maka orang yang bergaul dengan orang-orang durhaka selain itu adalah seperti halnya mereka yang bergaul dengan orang-orang durhaka yang kufur terhadap ayat-ayat Allah dan mengolok-oloknya. Jadi orang yang duduk di tempat gunjingan adalah seperti penggunjing dalam hal dosa. Karena itu hendaknya anda menjauhi pergaulan dengan mereka dan tidak duduk-duduk bersama mereka. Adapun hubungan kuat yang menyatukan anda dengan mereka, sama sekali tidak berguna kelak di hari kiamat, dan tidak ada gunanya saat anda sendirian di dalam kubur. Orang yang dekat, suatu saat pasti akan anda tinggalkan atau meninggalkan anda, lalu masing-masing akan menyendiri dengan amal perbuatannya. Allah سبحانه و تعالى telah berfirman di dalam al-Qur'an, "Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa. " (Az-Zukhruf: 67).
Rujukan: Fatawa asy-Syaikh Ibn Utsaimin, juz 2, hal. 394. Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.

Minggu, 12 Juni 2011

SEKILAS TENTANG HAKIKAT SIHIR

Abu Muhammad Al Maqdisi menjelaskan, sihir adalah azimat-
azimat, mantra-mantra atau pun buhul-buhul yang bisa memberi
pengaruh terhadap hati sekaligus jasad, bisa menyebabkan
seseorang menjadi sakit, terbunuh, atau pun memisahkan
seorang suami dari istrinya. [Kitab Fathul Majid]
Jadi sihir benar-benar ada, memiliki pengaruh dan hakikat yang
bisa mencelakakan seseorang dengan taqdir Allah yang bersifat
kauni. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
Artinya: “Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa
yang bisa mereka gunakan untuk menceraikan antara seorang
(suami) dengan istrinya. Dan mereka (ahli sihir) itu tidak dapat
memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali
dengan izin Allah" [Al Baqarah : 102].
Demikian juga firman Allah yang memerintahkan kita berlindung
dari kejahatan sihir:
Artinya: “Dan (aku berlindung kepada Allah) dari kejahatan wanita-
wanita tukang sihir yang menghembuskan pada buhul-buhul". [Al
Falaq : 4].
Seandainya sihir tidak memiliki pengaruh buruk, tentu Allah
Subhanahu wa Ta'ala tidak akan memerintahkan kita agar
berlindung darinya.[Kitab Fathul Majid]
Sihir memiliki bentuk beraneka ragam dan bertingkat-tingkat.
Sebagian besar jenis sihir masuk ke dalam perbuatan kufur dan
syirik.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di menjelaskan: “Sihir
termasuk perbuatan syirik ditinjau dari dua sisi.
Pertama: Karena dalam sihir itu terdapat unsur meminta pelayanan
dan ketergantungan dari setan serta pendekatan diri kepada
mereka melalui sesuatu yang mereka sukai, agar setan-setan itu
memberi pelayanan yang diinginkan.
Kedua: Karena di dalam sihir terdapat unsur pengakuan (bahwa si
pelaku) mengetahui ilmu ghaib dan penyetaraan diri dengan Allah
dalam ilmuNya, dan adanya upaya untuk menempuh segala cara
yang bisa menyampaikannya kepada hal tersebut. Ini adalah salah
satu cabang dari kesyirikan dan kekufuran ”. [al-Qoulus Sadiid:
93-94]
Hukum mempelajari dan melakukan sihir adalah haram dan kufur.
Dan sihir merupakan perbuatan setan. Allah berfirman :
Artinya: “Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan
pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa
Sulaiman mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (dan
tidak mengerjakan sihir), tetapi setan-setan itulah yang kafir
(mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia".
[Al Baqarah : 102]
PETUNJUK NABI UNTUK MENANGKAL DAN MENGOBATI
SIHIR
Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
ًﺀﺎَﻔِﺷ ُﻪَﻟ َﻝَﺰْﻧﺃ ﻻﺇ ًﺀﺍَﺩ ُﻪﻠﻟﺍ َﻝَﺰْﻧﺃ ﺎﻣ
“Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan Allah akan
menurunkan pula obat penawarnya". [HR. Bukhari no. 5678]
Namun, seorang muslim dilarang pergi ke dukun untuk
mengobati sihir dengan sihir yang sejenis. Karena hukum
mendatangi dukun dan mempercayai mereka adalah kufur.
Rasulullah r bersabda :
َﻝِﺰْﻧُﺃ ﺎﻤﺑ َﺮَﻔَﻛ ْﺪَﻘَﻓ ُﻝْﻮُﻘَﻳ ﺎﻤﺑ ُﻪَﻗَّﺪَﺼَﻓ ﺍﺮﺣﺎﺳ ْﻭﺃ ﺎﻨﻫﺎﻛ ﻰﺗﺃ ْﻦَﻣ
ٍﺪَﻤَﺤُﻣ ﻰﻠﻋ
“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang sihir, kemudian
ia membenarkan (mempercayai) perkataan mereka, maka
sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada
Muhammad". [Al Mundziri dalam At Targhiib: 4/36]
Para dukun, paranormal, tukang sihir dan peramal itu hanya
mengaku-ngaku mengetahui ilmu ghaib berdasarkan kabar yang
dibawa setan yang mencuri dengar dari langit. Setan mau
membantu dukun dan tukang sihir tersebut, karena mereka sudi
menghambakan diri pada setan, bukan pada Allah. Sebagaimana
firman-Nya:
Artinya: “Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa
setan-setan itu turun? Mereka turun kepada setiap pendusta lagi
banyak dosa, mereka menghadapkan pendengaran (kepada setan)
itu, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang pendusta". [Asy
Syu ’ara`: 221-223].
PETUNJUK RASULULLAH Shalallahu ‘alaihi wassalam DALAM
MENCEGAH SIHIR
1- Tawakkal pada Allah di setiap keadaan, serta menjauhi
perbuatan syirik dengan segala bentuknya. Allah Azza wa Jalla
berfirman :
Artinya: “Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaan atas orang-
orang yang beriman dan bertawakkal kepada Rabbnya.
Sesungguhnya kekuasaan setan hanyalah atas orang-orang yang
menjadikannya sebagai pemimpin dan atas orang-orang yang
mempersekutukannya dengan Allah". [An Nahl : 99-100].
2- Menjaga batasan-batasan Allah. Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam
bersabda kepada Ibnu ‘Abbas:
ُﻡَﻼُﻏ ﺎﻳ ! ٍﺕﺎَﻤِﻠَﻛ َﻚـُﻤِّﻠَﻋُﺃ ﻲﻧﺇ ، َﻚْﻈَﻔْﺤَﻳ َﻪﻠﻟﺍ ِﻆـَﻔْﺣﺍ ...
“Wahai anak, sesungguhnya aku akan mengajarkanmu beberapa
kalimat. Jagalah (perintah dan batasan-batasan) Allah, niscaya Allah
akan menjagamu …"[HR Tirmidzi o. 2516]
Penjagaan Allah terhadap hamba meliputi penjagaan terhadap
dirinya, anak, keluarga dan hartanya. Juga penjagaan terhadap
agama dan imannya dari setiap perkara syubhat yang
menyesatkan [Qawaid Wa Fawaid Min Al Arba ’in An Nawawiyah,
hlm.170-171 dengan ringkas].
3. Tidak membiarkan anak-anak berkeliaran saat akan
terbenamnya matahari. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam
bersabda, yang artinya: "Jika malam telah masuk -jika kalian
berada di sore hari-, maka tahanlah anak-anak kalian.
Sesungguhnya setan berkeliaran pada waktu itu. tatkala malam
telah datang sejenak, maka lepaskanlah mereka". [HR Bukhari
Muslim].
4- Membersihkan rumah dari salib, patung-patung dan gambar-
gambar yang bernyawa serta anjing. Diriwayatkan dalam sebuah
hadits, bahwa Malaikat (rahmat) tidak akan memasuki rumah yang
di dalamnya terdapat hal-hal di atas. Demikian juga dibersihkan
dari piranti-piranti yang melalaikan, seruling dan musik.
5. Memperbanyak membaca Al Qur`an dan manjadikannya
sebagai dzikir harian. Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, bahwa
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
ﻱﺬﻟﺍ ِﺖْﻴَﺒْﻟﺍ ْﻦِﻣ ُﺮِﻔْﻨَﻳ َﻥﺎَﻄْﻴَّﺸﻟﺍ َّﻥِﺇ َﺮِﺑﺎَﻘَﻣ ْﻢُﻜَﺗﻮُﻴُﺑ ﺍﻮﻠﻌﺠﺗ ﺎﻟ
ِﺓَﺮَﻘَﺒْﻟﺍ ُﺓَﺭﻮُﺳ ِﻪﻴِﻓ ُﺃَﺮْﻘُﺗ
“Janganlah menjadikan rumah-rumah kalian layaknya kuburan.
Sesungguhnya setan lari dari rumah yang dibaca di dalamnya
surat Al Baqarah". [14]
6- Membentengi diri dengan doa-doa dan ta’awudz serta dzikir-
dzikir yang disyariatkan, seperti dzikir pagi dan sore, dzikir-dzikir
setelah shalat fardhu, dzikir sebelum dan sesudah bangun tidur,
do ’a ketika masuk dan keluar rumah, do’a ketika naik kendaraan,
do’a ketika masuk dan keluar masjid, do’a ketika masuk dan keluar
kamar mandi, do’a ketika melihat orang yang mandapat musibah,
serta dzikir-dzikir lainnya.
Ibnul Qayyim berkata, ”Sesungguhnya sihir para penyihir itu akan
bekerja secara sempurna bila mengenai hati yang lemah, jiwa-
jiwa yang penuh dengan syahwat yang senanantiasa bergantung
kepada hal-hal rendahan. Oleh sebab itu, umumnya sihir banyak
mengenai para wanita, anak-anak, orang-orang bodoh, orang-
orang pedalaman, dan orang-orang yang lemah dalam berpegang
teguh kepada agama, sikap tawakkal dan tauhid, serta orang-
orang yang tidak memiliki bagian sama sekali dari dzikir-dzikir
Ilahi, doa-doa, dan do ’a perlindungan yang diajarkan
Nabi.” [Zaadul Ma’ad: 4/116]
7. Memakan tujuh butir kurma ‘ajwah setiap pagi hari.
Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :
Artinya: “Barangsiapa yang makan tujuh butir kurma ‘ajwah pada
setiap pagi, maka racun dan sihir tidak akan mampu
membahayakannya pada hari itu". [HR Bukhari no. 5445, dan
Muslim no.2047]
TERAPI SUNNAH JIKA TERKENA SIHIR
Yaitu dengan membaca ruqyah-ruqyah yang disyariatkan dengan
memenuhi tiga syarat berikut [Fathul Baari: 10/195]:
Pertama: Hendaknya ruqyah tersebut dengan menggunakan
Kalamullah (ayat-ayat Al Qur`an), atau dengan Asmaul Husna atau
dengan sifat-sifat Allah ‘Azza wa Jalla, atau dengan doa-doa yang
diajarkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam.
Kedua: Ruqyah tersebut menggunakan bahasa Arab, atau dengan
bahasa selain Arab yang dipahami maknanya.
Ketiga: Hendaknya orang yang meruqyah dan yang diruqyah
meyakini, bahwa ruqyah tersebut tidak mampu menyembuhkan
dengan sendirinya, tetapi dengan kekuasaan Allah Azza wa Jalla.
Karena ruqyah hanyalah salah satu sebab di antara sebab-sebab
diperolehnya kesembuhan. Dan Allah-lah yang menyembuhkan.
Diantara bentuk pengobatan metode ruqyah ini ialah sebagai
berikut:
.: Membaca surat Al Fatihah, ayat kursi, dua ayat terakhir surat Al
Baqarah, surat Al Ikhlash, An Naas dan Al Falaq sebanyak tiga kali
atau lebih dengan mengangkat tangan, tiupkan ke kedua tangan
tersebut seusai membaca ayat-ayat tadi, kemudian usapkan ke
bagian tubuh yang sakit dengan tangan kanan. [HR Bukhari no.
5735, dan Muslim no. 2192]
.: Membaca ta’awwudz (doa perlindungan diri) dan ruqyah-ruqyah
untuk mengobati sihir, di antaranya sebagai berikut [Ad Du’a Min
Al Kitab Wa As Sunnah, hlm. 92-101]:
َﻚَﻴِﻔْﺸَﻳ ْﻥﺃ ِﻢْﻴِﻈَﻌﻟﺍ ِﺵْﺮَﻌﻟﺍ َّﺏَﺭ َﻢْﻴِﻈَﻌﻟﺍ َﻪﻠﻟﺍ ُﻝﺄْﺳﺃ
“Aku mohon kepada Allah Yang Maha Agung Pemilik ‘Arsy yang
agung agar menyembuhkanmu (dibaca 7x)". [HR Abu Dawud,
hadits no. 3106]
.: Orang yang terkena sihir meletakkan tangannya pada bagian
tubuh yang terasa sakit, kemudian membaca: ﻪﻠﻟﺍ ِﻢْﺴِﺑ sebanyak
tiga kali lalu membaca:
ُﺭِﺫﺎَﺣﺃ َﻭ ُﺪِﺟﺃ ﺎﻣ ِّﺮَﺷ ْﻦِﻣ ِﻪِﺗَﺭْﺪُﻗ َﻭ ِﻪﻠﻟﺎِﺑ ُﺫﻮُﻋﺃ
“Aku berlindung kepada Allah dan kekuasaan-Nya dari setiap
kejelekan yang aku jumpai dan aku takuti". [HR Muslim no.2202 ]
.: Mengusap bagian tubuh yang sakit sambil membaca doa :
ﺎﻟﺇ َﺀﺎَﻔِﺷ ﺎﻟ ﻲﻓﺎﺸﻟﺍ َﺖْﻧَﺃ ِﻒْﺷﺍَﻭ َﺱْﺄَﺒْﻟﺍ ِﺐِﻫْﺫَﺃ ِﺱﺎَّﻨﻟﺍ َّﺏَﺭ َﻢَُّﻬﻠﻟﺍ
ﺎﻤﻘﺳ ُﺭِﺩﺎَﻐُﻳ ﺎﻟ ًﺀﺎَﻔِﺷ َﻙُﺅﺎَﻔِﺷ
“Ya Allah, Rabb Pemelihara manusia, hilangkanlah penyakitku dan
sembuhkanlah, Engkau-lah Yang Menyembuhkan, tiada
kesembuhan melainkan kesembuhan dariMu, kesembuhan yang
tidak meninggalkan penyakit. ” [HR Al Bukhari no. 5743, Muslim,
no. 2191 ]
.: Membaca doa:
ْﻦِﻣَﻭ ِﻩِﺩﺎــَﺒِﻋ ِّﺮَﺷَﻭ ِﻪِﺑﺎَﻘِﻋ َﻭ ِﻪِﺒَﻀَﻏ ْﻦِﻣ ِﺔَّﻣﺎَّﺘﻟﺍ ِﻪَّﻠﻟﺍ ِﺕﺎَﻤِﻠَﻜِﺑ ُﺫﻮُﻋَﺃ
ِﻥﻭُﺮُﻀْﺤَﻳ ْﻥَﺃَﻭ ِﻦﻴِﻃﺎـَﻴَّﺸﻟﺍ ِﺕﺍَﺰَﻤَﻫ
“Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari
kemarahanNya, dari kejahatan hamba-hambaNya, dan dari
bisikan-bisikan setan dan dari kedatangan mereka kepadaku”.
***
Diringkas dari artikel: “Kiat Membentengi Keluarga dari Sihir”, Hanin
Ummu Abdillah.

Selasa, 31 Mei 2011

REFLEKSI TANGISAN MUSLIMIN MESIR

Mari Memohon "AL-'AFIYAH" Untuk Mereka..
Mesir bergejolak dan tengah membara. Sebuah usaha
penggulingan kekuasaan yang dianggap “tirani” kini sedang
berlangsung. Chaos tak bisa dihindari. Revolusi berdarah tengah
dipertontonkan pada dunia. Siapa kawan dan siapa lawan? Tak
jelas, yang ada hanya awan kelam. Jangan tanya kerugian materi
yang diderita. Dikabarkan bahwa negeri kaya sejarah dan budaya
Islam tersebut menderita kerugian 28 Triliun setiap harinya, belum
lagi korban jiwa yang hanya Allah Pemilik ilmu tentang jumlahnya.
Lalu siapakah yang hendak kita salahkan? Kiranya pertanyaan
tersebut —di sini—tidak juga akan terjawab, karena pertanyaan
berikut ini lebih penting dan menuntut untuk segera ditanggapi:
Apakah yang bisa kita perbuat untuk mengangkat derita di Mesir,
dan mengubah air mata terurai menjadi senyum harapan bagi
segenap muslimin di sana? Relakah kita jika kondisi di Mesir
merambah ke negeri kita? Lalu apa yang bisa kita upayakan
sebagai hamba Allah yang beriman?
Jauh sebelumnya, Nabi kita yang mulia telah mengingatkan:
ِﻖْﻳِﺮَﻐْﻟﺍ ِﺀﺎَﻋُﺪَﻛ ٌﺀﺎـَﻋُﺩ َّﻻِﺇ ﺎـﻬﻨﻣ ْﻲِﺠْﻨُﻳ َﻻ ٌﺔَﻨْﺘِﻓ ُﻥْﻮُﻜَ
“Kelak, akan terjadi fitnah (huru-hara). Tak satupun yang mampu
menyelamatkan kecuali suatu do'a, layaknya do'a seseorang yang
akan tenggelam. ” [HR. Ibnu Abi Syaibah: 6/22 dan 7/531,
dishahihkan oleh al-Hakim: 1/687]
Do'a adalah senjata bagi orang-orang mukmin. Inilah modal
perjuangan terbesar yang telah banyak dilupakan orang. Padahal,
do'a mampu memberikan apa yang tidak mampu diberikan oleh
segenap usaha manusia dalam menolak pedihnya bala'.
Khususnya do'a yang dipanjatkan demi meraih 'afiyah.
URGENSI MEMOHON ‘AFIYAH
Rofa'ah ibn Rofi' mengisahkan: “Suatu ketika Abu Bakr as-Shiddiq
radliyallahu ‘anhu beranjak untuk berkhutbah di atas mimbar,
tiba-tiba beliau menangis, beliau lalu berkata: 'Rasulullah Shalallahu
‘ alaihi wassalam pernah berdiri untuk berkhutbah, kemudian beliau
menangis, lantas bersabda:
َﺔَﻴِﻓﺎَﻌْﻟﺍَﻭ َﻮْﻔَﻌْﻟﺍ َﻪﻠﻟﺍ ﺍﻮﻠ، ِﻦْﻴِﻘَﻴْﻟﺍ َﺪْﻌَﺑ َﻂْﻌُﻳ ْﻢَﻟ ﺍﺪﺣﺃ َّﻥِﺈَﻓ
ِﺔَﻴِﻓﺎَﻌْﻟﺍ َﻦِﻣ ﺍﺮﻴ
“Mintalah kepada Allah al-'Afwa (keselamatan di akhirat) dan
al-'Afiyah (keselamatan di dunia). Karena seseorang tidaklah
dianugerahi nikmat yang paling baik setelah yakin, kecuali
al-'Afiyah. ” [Shahih Sunan at-Tirmidzi: 2821, al-Albani]

Senin, 16 Mei 2011

Sifat Puasa Nabi صلی الله عليه وسلم

Ketahuilah saudara seiman, bahwa seluruh dalil menerangkan bahwa puasa Asyura ini wajib karena adanya perintah untuk puasa di hari tersebut sebagaimana pada hadits Aisyah, kemudian kewajiban ditekankan lagi karena diserukan secara umum, ditambah lagi dengan perintah orang yang makan untuk menahan diri (tidak makan lagi) sebagaiamana dalam hadits Salamah bin Akwa' tadi, serta hadits Muhamamad bin Shaifi Al-Anshary : Rasulullah صلی الله عليه وسلم keluar menemui kami pada hari Asyura kemudian beliau bersabda : "Apakah kalian puasa pada hari ini ?" sebagian mereka menjawab : "Ya" dan sebagian yang lainnya menjawab : "Tidak" (Kemudian) beliau bersabda :
"Sempurnakanlah puasa hari pada sisa hari ini". Dan beliau menyuruh mereka untuk memberitahu penduduk Arrud (di) kota Madinah -untuk menyempurnakan sisa hari mereka" 7.7 Yang memutuskan perselisihan ini adalah perkataan Ibnu Mas'ud: 7.8 "Ketika diwajibkan puasa Ramadhan ditinggalkanlah Asyura". Dan ucapan Aisyah: 7.9
"Ketika turun kewajiban puasa Ramadhan, maka Ramadhanlah yang wajib dan ditinggalkanlah Asyura (berartti puasa Asyura tidak wajib lagi hukumnya -pent) Walaupun demikian sunnahnya puasa Asyura tidak dihilangkan, sebagaimana yang dinukil Al-Hafidzh dalam Fathul Bari 4/264 dari Ibnu Abdil Barr. Maka jelaslah bahwa sunnahnya puasa Asyura masih ada, sedang yang dihapus hanya kewajibannya. Wallahu a'lam.
Sebagian (ahlul ilmi) yang lainnya menyatakan:
Jika puasa wajib telah mansukh (dihapus), maka dihapus juga hukum-hukum yang menyertainya. Yang benar (bahwa) hadits-hadits tentang Asyura menunjukkan beberapa perkara (yaitu) :
Wajibnya puasa Asyura
Barangsiapa yang tidak niat di malam hari ketika puasa wajib sebelum terbitnya fajar karena tidak tahu, maka tidaklah rusak puasanya, dan
Barangsiapa makan dan minum kemudian tahu di sisa hari tersebut, maka tidak wajib mengqadha' Yang mansukh adalah perkara yang pertama, hingga Asyura hanyalah sunnah sebagaimana yang telah dijelaskan. Dimansukhkannya hukum tersebut bukan berarti menghapus hukum-hukum lainnya. Walalhu a'lam.
Mereka berdalil dengan hadits Abu Dawud 2447 dan Ahmad 5/409 dari jalan Qatadah dari Abdurrahman bin Salamah dari pamannya, ia berkata :
"Bahwa bani Aslam pernah mendatangi Nabi, kemudian beliau bersabda : "Kalian puasa hari ini?" Mereka menjawab, "Tidak" Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda, "Sempurnakanlah sisa hari ini kemudian qadha'lah kalian" Hadits ini lemah karena ada dua illat (cacat) yaitu :
Majhulnya (tidak dikenalnya) Abdurrahman bin Salamah. Adz-Dzahabi berkata tentangnya di dalam Al-Mizan 2/567 : "(Dia) tidak dikenal" Al-Hafidz berkata dalam At-Tahdzib 6/239 : "Keduanya majhul". Dibawakan oleh Ibnu Abi Hatim di dalam Al-Jarhu wa Ta'dil 5/288, tidak disebutkan padanya Jarh atau Ta'dil.
Ada 'an-anah Qatadah, padahal dia seorang mudallis
7.10.

7.7Hadits Riwayat Ibnu Khuzaimah 3/389, Ahmad 4/388, An-Nasa'i 4/192, Ibnu Majah 1/552, At-Thabrani dalam Al-Kabir 18/238 dari jalan As-Sya'bi darinya. Dengan sanad yang Shahih . 7.8Hadits Riwayat Muslim 1127 7.9Hadits Riwayat Muslim 1125 7.10mudallis: pemalsu hadits.

Minggu, 08 Mei 2011

Memakmurkan Dan Mendatangi Masjid [Untuk Beribadah]

Masjid merupakan Baitullah, di dalamnya Ia disembah dan senantiasa disebut nama-Nya. Masjid merupakan menara petunjuk dan bendera Islam. Allah memuliakan serta mengagungkan orang yang mengikatkan dirinya dengan masjid. Allah berfirman. "Artinya : Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah" [Al-Jin : 18] Masjid-masjid itu dibangun agar manusia mengerjakan shalat dan berdzikir kepada Allah, membaca Al-Qur'an dan taqarrub kepada-Nya, merendah di hadapan-Nya dan mengharapkan pahala di sisi-Nya. Sesungguhnya memakmurkan masjid adalah bagian terbesar untuk taqarub kepada Allah سبحانه و تعالى. Di antara bagian dari memakmurkan masjid adalah membangun, membersihkan, membentangkan permadani, meneranginya dan masih banyak lagi bagian-bagian dari pemerliharaan masjid. Adapula memakmurkan masjid dengan i'tikaf di dalamnya, shalat dan senantiasa mendatanginya dengan berjama'ah, mengajarkan ilmu-ilmu yang bermanfaat, membaca Al-Qur'an, belajar dan mengajarkannya. As-Sunnah telah menjelaskan keutamaan dan balasan yang besar dalam memakmurkan, membangun dan memelihara masjid. Diriwayatkan dalam shahih Muslim, Utsman رضي الله عنه telah mendengar Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda. "Artinya : Barangsiapa telah membangun masjid karena Allah سبحانه و تعالى (Bukair berkata : Saya menyangka beliau berkata dengan mengharap wajah Allah), maka Allah akan membangunkannya rumah di Jannah" [Shahih Muslim 1/378 no. 533 urutan 24 kitab al-Masajid bab 4] Maksudnya karena ikhlas dengan mengharap wajah Allah سبحانه و تعالى semata serta mengharap keridhaan-Nya, tidak riya, sum'ah dan tidak pula karena mencari pujian manusia serta bukan karena satu tujuan atau tujuan-tujuan yang lain. Seperti telah dijelaskan tentang keutamaan memakmurkan masjid, dijelaskan pula tentang keutamaan menyiapkan masjid untuk shalat dan pujian bagi orang yang melaksanakannya. Dalam shahih Muslim, Abu Hurairah berkata : Sesungguhnya ada seorang wanita berkulit hitam yang berkhidmat pada masjid (dalam riwayat lain ; seorang pemuda). Suatu ketika Rasulullah صلی الله عليه وسلم tidak melihatnya, maka beliau bertanya tentang dia, para shahabat menjawab, Ia telah meninggal. Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda. "Apakah tidak ada kemampuan bagimu untuk memberitahukan kepadaku (tentang kematiannya, ada yang menjawab, sepertinya mereka menganggap kecil masalah itu. Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda : "Tunjukkan padaku kuburannya, maka ditunjukkanlah beliau pada kuburan tersebut, beliau mendo'akannya kemudian bersabda:"Artinya : Sesungguhnya ahli kubur ini dipenuhi kegelapan dan Allah meneranginya dengan shalatku terhadap mereka" [Shahih Muslim 2/658 no 956 urutan 71 Kitab al-Janaiz bab ash-shalat 'ala al-Kubur] Telah ada beberapa nash sharih lagi shahih yang menjelaskan keutamaan mendatangi masjid untuk menunaikan shalat, dzikir dan qira'ah Qur'an. Orang yang menziarahi masjid itu berada dalam penjagaan Allah dan mendapatkan rahmat-Nya selagi ia duduk didalamnya, menjaga adab-adabnya dan selalu menghubungkan hatinya dengan Allah. Sesungguhnya shalat seseorang di dalam masjid dilebihkan dari shalat yang dilakukan di rumah atau di pasar dengan 25 derajat atau 27 derajat. Beberapa nash telah menjelaskan bahwa orang yang mendatangi masjid dalam gelap, maka Allah akan meneranginya dengan sempurna pada hari kiamat, seperti orang yang pergi ke masjid di pagi hari atau di malam hari, Allah akan menyediakan baginya rumah di jannah. Ini merupakan fadhilah yang besar, takkan ada orang yang melampui batas atau meremehkannya kecuali orang yang lalai atau pemalas, maka haram baginya mendapatkan kebaikan saudaranya semuslim. Lihat beberapa hadits yang telah menjelaskan apa yang telah saya katakana ini, supaya menjadi ilmu, bashirah dan petunjuk, dengan itu pula supaya kalian melaksanakan rukun ini sebagai ilham dari syi'ar-syi'ar Islam di masjid bersama jama'ah lain untuk mendapatkan ridha dan balasan dari Allah di dunia dan di akhirat. Dari Abu Hurairah, Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda. "Artinya : Shalat seseorang (di masjid dengan berjama'ah) itu dilebihkan dengan 25 derajat dari shalat yang dikerjakan di rumah dan di pasar, sesungguhnya salah seorang di antara kalian jika berwudlu kemudian menyempurnakannya lalu mendatangi masjid, tak ada keinginan yang lain kecuali untuk shalat, maka tidaklah ia melangkah dengan satu langkah pun kecuali Allah mengangkatnya satu derajat, dan terhapus darinya satu kesalahan hingga ia masuk masjid ..." [Muttafaqun 'alaih, Lu'lu wal Marjan, yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim 1/131 no. 387] Orang yang menziarahi masjid berada dalam perlindungan dan rahmat dari Allah selagi tetap dalam duduk dan menjaga adab-adabnya dengan menghadapkan hati kepada Allah semata. Dari Abu Hurairah رضي الله عنه, Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda. "Artinya : Maukah aku tunjukkan kepadamu sesuatu yang menyebabkan Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan dan mengangkat derajat ..? para shahabat  menjawab ; Ya wahai Rasulullah, beliau bersabda, "Menyempurnakan wudlu meski dalam keadaan susah dan banyak-banyak mendatangi masjid, menunggu shalat setelah shalat.... itulah ribat, itulah ribat, itulah ribat" [Shahih Muslim 1/219 no 251 urutan 41 bab 14 kitab At-Thaharah] Allah berfirman. "Artinya : Bertasbihlah kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas" [An-Nur : 36-38] Banyak sekali ayat dan hadits-hadits dalam bab ini, maka bagi orang yang berkhidmat di masjid dan bertanggung jawab atas masjid baik atas nama pribadi, jama'ah, yayasan atau yang lain haruslah menghidupkan masjid dengan membangun, membersihkan, menghamparkan permadani, penerangan dan kesinambungan pemenuhan air serta lainnya yang termasuk di dalamnya demi kemudahan dan kelancaran hamba Allah untuk melaksanakan amal-amal yang besar di dalam masjid. [Disalin dari kitab Shalat Al-Jama'ah Hukmuha Wa Ahkamuha Wat Tanbih 'Ala Ma Yaqa'u Fiiha Min Bid'ain Wa Akhthain edisi Indoensia Shalat Berjama'ah, Panduan Hukum, Adab, Hikmah. hal 61-65, Pustaka Arafah]

Sabtu, 07 Mei 2011

Hukum Pakaian Ketat atau Terbelah

Pertanyaan:
Akhir-akhir ini sering terlihat dalam pesta perkawinan bahwa sebagian wanita memakai pakaian yang keluar dari adat kebiasaan masyarakat kita, dan mereka beralasan bahwa pakaian itu hanya dipakai di antara kaum wanita saja. Di antara model pakaian tersebut ada yang ketat yang memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh dan ada model yang memiliki belahan pada bagian atas hingga batas yang memperlihatkan dada atau punggung serta ada model yang memiliki belahan pada bagian bawah hingga bagian lutut atau kurang sedikit, bagaimana ketentuan hukum syara' tentang memakai pakaian tersebut? dan apakah yang mesti dilakukan oleh wali wanita berkenaan dengan hal tersebut?

Jawaban:
Dalam hadits Shahih yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Hurairah رضي الله عنه, ia berkata, "Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda,
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا : قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسُ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُؤُوْسَهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ اْلمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ اْلجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا وَإِنَّ رِيْحَهَا لَيُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذَا وَكَذَا
"Dua golongan manusia termasuk ahli neraka dan aku belum pernah melihatnya yaitu; kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka pukulkan kepada orang-orang serta wanita yang memakai pakaian tapi telanjang yang berjalan lenggak-lenggok serta bergoyang-goyang, kepalanya seperti punuk seekor unta yang besar. Niscaya mereka tidak akan masuk surga serta tidak akan mencium bau harumnya. Sesungguhnya bau harum surga itu dapat tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian." (HR. Muslim, bab pakaian; dan bab surga serta kenikmatannya, (2128))

Adapun yang dimaksud sabda Nabi صلی الله عليه وسلم, "Berpakaian tapi telanjang" yakni mereka memakai suatu pakaian yang tidak menutupi bagian tubuh yang telah diperintahkan; baik karena pendek, tipis atau ketat.

Berkenaan dengan hal tersebut; Imam Ahmad telah meriwayatkan dalam Musnadnya dengan sanad yang agak lemah dari Usamah bin Zaid رضي الله عنه, seraya berkata, "Suatu ketika Rasulullah صلی الله عليه وسلم memberiku pakaian buatan daerah Qibthi -salah satu jenis pakaian- dan aku memakaikannya kepada istriku, maka Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda,
مُرْهَا فَلْتَجْعَلْ تَحْتَهَا غِلاَلَةً إِنيِّ أَخَافُ أَنْ تَصِفَ حَجْمَ عِظَامِهَا
"Perintahkanlah kepadanya supaya memakai kain tebal di bawahnya (sebagai lapisannya), karena aku khawatir lekuk tulang-tulangnya akan tampak." (HR. Ahmad (21279))

Selain itu, pakaian tersebut memperlihatkan bagian atas dada, dan hal itu bertentangan dengan perintah Allah سبحانه و تعالى dalam firmanNya,
"Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya." (An-Nur: 31).

Al-Qurthubi berkomentar dalam tafsirnya, "Hendaklah seorang muslimah menutupkan kerudungnya ke dadanya supaya menutupinya." Selanjutnya al-Qurthubi mengutip sebuah atsar dari Aisyah رضي الله عنها, bahwa Hafshah puteri saudara perempuannya Abdurrahman bin Abi Bakar رضي الله عنه datang kepadanya dalam keadaan memakai kerudung yang memperlihatkan lehernya, maka tidak ada tindakan yang dilakukan Aisyah selain merobeknya, seraya berkata, "Kerudung yang semestinya dipakai adalah kerudung yang tebal dan menutupi dada."

Jadi tidak diperbolehkan memakai pakaian yang ada belahan pada bagian bawahnya jika di bawahnya tidak dilapisi dengan pa-kaian lain yang menutupi kaki, tetapi jika di bawahnya dilapisi dengan pakaian lain yang menutupi kaki, maka hal itu tidak menjadi masalah, kecuali jika pakaian itu menyerupai pakaian kaum laki-laki, maka pakaian itu haram dipakai bagi wanita dengan alasan menyerupai kaum laki-laki.

Berdasarkan uraian di atas, maka diwajibkan kepada wali anak perempuan untuk mencegahnya dari segala jenis pakaian yang diharamkan dan keluar rumah dalam keadaan terbuka serta memakai wewangian, karena kelak pada hari kiamat niscaya wali-nya akan dimintai pertanggungan jawab tentangnya, yaitu pada suatu hari di mana pada hari itu,
"Seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa'at dan tebusan daripadanya, dan tidaklah mereka akan ditolong." (Al-Baqarah: 48)
Rujukan:
Fatawa Mu'ashirah, hal. 23-24. Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.

Pandangan Islam Terhadap Pekerjaan Seorang Wanita Yang Dilakukan Bersama Laki-Laki

Pertanyaan
Apa pandangan Islam tentang pekerjaan seorang wanita bersama dengan laki-laki?

Jawaban
Seperti yang sudah diketahui keikutsertaan seorang wanita untuk bekerja dalam lapangan pekerjaan seorang laki-laki akan menyebabkan percampuran dalam pergaulan yang tercela dan berdua-duan dengannya. Dan hal tersebut adalah perkara yang sangat vital sekali, yang akibatnya juga sangat fatal dan hasilnya buruk serta akibatnya tidak baik, yakni bertentangan dengan dalil-dalil Islam yang menyuruh wanita untuk tetap berada di rumahnya dan mengerjakan pekerjaan yang dikhususkan dan diciptakan Allah untuknya agar menjadikannya jauh dari ikhtilath. Adapun dalil-dalil yang jelas dan shahih yang menunjukkan atas haramnya berduaan dengan selain mahram dan melihatnya serta sarana-sarana yang menjadi perantara untuk terlaksananya perbuatan yang diharamkan oleh Allah. Dalil-dalil yang banyak, jelas memutuskan percampuran yang menyebabkan perbuatan yang akibatnya tidak terpuji di antaranya adalah firman Allah سبحانه و تعالى.

“Artinya : Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang terdahulu dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat, dan taatilah Allah dan RasulNya sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabi) sesungguhnya Allah adalah Mahalembut laga Maha Mengetahui” [Al-Ahzab : 33-34]

“Artinya : Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka yang demekian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [Al-Ahzab : 59]

“Artinya : Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannnya kecuali yang (biasa) nampak daripadanya dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka atau ayah suami mereka atau putera-putera mereka atau putera-putera suami mereka” [An-Nu ; 30-31]

“Artinya : Apabila kamu meminta sesuatu keperluan kepada mereka (isteri-isteri Nabi) maka mintalah dari belakang tabir, cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka” [Al-Ahzab : 53]

Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda.

“Artinya : Hindarilah bercampur dengan wanita” (maksudnya selain mahram), dikatakan kepadanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang saudara ipar?” Beliau menjawab : “Saudara ipar bagaikan kematian”.

Rasulullah صلی الله عليه وسلم juga melarang untuk bedua-duaan dengan wanita selain mahram secara umum seraya berkata.

“Artinya : Sesungguhnya setan adalah orang ketiganya”

Dan melarang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya untuk menutup jalan kerusakan, menutup pintu dosa, mencegah sebab-sebab kejahatan dan mencegah dua macam tipu daya setan berdasarkan ini, maka betul apa yang dikatakan oleh Rasulullah صلی الله عليه وسلم

“Artinya : Takutlah akan dunia dan wanita, karena fitnah pertama yang menimpa bani Israil adalah dari wanita”.

Seraya beliau bersabda.

“Artinya : Saya tidak meninggalkan fitnah (godaan) yang lebih berbahaya bagi seorang laki-laki daripada fitnah perempuan”.

Ayat-ayat dan hadits-hadits ini adalah dalil-dalil yang menjelaskan kewajiban menjauhi ikhtilath yang menyebabkan rusaknya keluarga dan hancurnya masyarakat. Dan ketika anda melihat kedudukan wanita di beberapa negara Islam, maka anda akan dapati mereka telah menjadi hina dan tercela karena keluar rumahnya yang menjadikannya mengerjakan hal-hal yang sebenarnya bukan tugasnya. Orang-orang yang berakal dari negara-negara Barat telah menyeru keharusan untuk mengembalikan wanita kepada kedudukannya semula yang telah disediakan oleh Allah dan diatur sesuai dengan fisik dan akalnya, tetapi seruan itu telah terlambat.

Sebenarnya lahan pekerjaan wanita di rumah atau di bidang pengajaran dan lainnya yang berhubungan dengan wanita sudah cukup bagi wanita tanpa harus memasuki pekerjaan yang menjadi tugas para laki-laki. Kita memohon kepada Allah agar menjaga negara kita, negara kaum muslimin semua dari tipu daya musuh dan rencana-rencana mereka yang menghancurkan dan semoga Dia memberi taufik kepada kaum muslimin dan pemimpinnya serta para penulis buku untuk membawa kaum wanita kepada jalan yang sesuai dengan kedudukan mereka di dunia dan di akhirat sebagai pelaksanaan perintah dari Tuhan mereka dan Pencipta mereka yang Maha Mengetahui kebutuhan mereka dan semoga Dia memberi taufik para pemimpin Islam kepada jalan yang di dalamnya ada kemaslahatan manusia dan negara, serta dalam masalah kehidupan dan tempat kembali (akhirat) dan melindungi kita dan orang-orang muslimin lainnya dari kesesatan fitnah dan sebab-sebab kebencian, sesungguhnya Dia Maha Mengurusi hal tersebut dan menguasainya.

[Fatawa Mar’ah, 2/94]

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami’ah Lil Mar’atil Muslimah, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, Penerjemah Ahmad Amin Syihab, Penerbit Darul Haq]

Jumat, 06 Mei 2011

Surat Dari Ibu Yang Terkoyak Hatinya

Anaku….
Ini surat dari ibu yang tersayat hatinya. Linangan air mata bertetesan deras menyertai tersusunnya tulisan ini. Aku lihat engkau lelaki yang gagah lagi matang. Bacalah surat ini. Dan kau boleh merobek-robeknya setelah itu, seperti saat engkau meremukkan kalbuku sebelumnya.

Sejak dokter mengabari tentang kehamilan, aku berbahagia. Ibu-ibu sangat memahami makna ini dengan baik. Awal kegembiraan dan sekaligus perubahan psikis dan fisik. Sembilan bulan aku mengandungmu. Seluruh aktivitas aku jalani dengan susah payah karena kandunganku. Meski begitu, tidak mengurangi kebahagiaanku. Kesengsaraan yang tiada hentinya, bahkan kematian kulihat didepan mataku saat aku melahirkanmu. Jeritan tangismu meneteskan air mata kegembiraan kami.

Berikutnya, aku layaknya pelayan yang tidak pernah istirahat. Kepenatanku demi kesehatanmu. Kegelisahanku demi kebaikanmu. Harapanku hanya ingin melihat senyum sehatmu dan permintaanmu kepada Ibu untuk membuatkan sesuatu.

Masa remaja pun engkau masuki. Kejantananmu semakin terlihat, Aku pun berikhtiar untuk mencarikan gadis yang akan mendampingi hidupmu. Kemudian tibalah saat engkau menikah. Hatiku sedih atas kepergianmu, namun aku tetap bahagia lantaran engkau menempuh hidup baru.

Seiring perjalanan waktu, aku merasa engkau bukan anakku yang dulu. Hak diriku telah terlupakan. Sudah sekian lama aku tidak bersua, meski melalui telepon. Ibu tidak menuntut macam-macam. Sebulan sekali, jadikanlah ibumu ini sebagai persinggahan, meski hanya beberapa menit saja untuk melihat anakku.

Ibu sekarang sudah sangat lemah. Punggung sudah membungkuk, gemetar sering melecut tubuh dan berbagai penyakit tak bosan-bosan singgah kepadaku. Ibu semakin susah melakukan gerakan.

Anakku…
Seandainya ada yang berbuat baik kepadamu, niscaya ibu akan berterima kasih kepadanya. Sementara Ibu telah sekian lama berbuat baik kepada dirimu. Manakah balasan dan terima kasihmu pada Ibu ? Apakah engkau sudah kehabisan rasa kasihmu pada Ibu ? Ibu bertanya-tanya, dosa apa yang menyebabkan dirimu enggan melihat dan mengunjungi Ibu ? Baiklah, anggap Ibu sebagai pembantu, mana upah Ibu selama ini ?

Anakku..
Ibu hanya ingin melihatmu saja. Lain tidak. Kapan hatimu memelas dan luluh untuk wanita tua yang sudah lemah ini dan dirundung kerinduan, sekaligus duka dan kesedihan ? Ibu tidak tega untuk mengadukan kondisi ini kepada Dzat yang di atas sana. Ibu juga tidak akan menularkan kepedihan ini kepada orang lain. Sebab, ini akan menyeretmu kepada kedurhakaan. Musibah dan hukuman pun akan menimpamu di dunia ini sebelum di akhirat. Ibu tidak akan sampai hati melakukannya,

Anakku…
Walaupun bagaimanapun engkau masih buah hatiku, bunga kehidupan dan cahaya diriku…

Anakku…
Perjalanan tahun akan menumbuhkan uban di kepalamu. Dan balasan berasal dari jenis amalan yang dikerjakan. Nantinya, engkau akan menulis surat kepada keturunanmu dengan linangan air mata seperti yang Ibu alami. Di sisi Allah, kelak akan berhimpun sekian banyak orang-orang yang menggugat.

Anakku..
Takutlah engkau kepada Allah karena kedurhakaanmu kepada Ibu. Sekalah air mataku, ringankanlah beban kesedihanku. Terserahlah kepadamu jika engkau ingin merobek-robek surat ini. Ketahuilah, “Barangsiapa beramal shalih maka itu buat dirinya sendiri. Dan orang yang berbuat jelek, maka itu (juga) menjadi tanggungannya sendiri”.

Anakku…
Ingatlah saat engkau berada di perut ibu. Ingat pula saat persalinan yang sangat menegangkan. Ibu merasa dalam kondisi hidup atau mati. Darah persalinan, itulah nyawa Ibu. Ingatlah saat engkau menyusui. Ingatlah belaian sayag dan kelelahan Ibu saat engkau sakit. Ingatlah ….. Ingatlah…. Karena itu, Allah menegaskan dengan wasiat : “Wahai, Rabbku, sayangilah mereka berdua seperti mereka menyayangiku waktu aku kecil”.

Anakku…
Allah berfirman: “Dan dalam kisah-kisah mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang berakal” [Yusuf : 111]

Pandanglah masa teladan dalam Islam, masa Rasulullah صلی الله عليه وسلم masih hidup, supaya engkau memperoleh potret bakti anak kepada orang tua.

KISAH TELADAN KEPADA ORANG TUA
Sahabat Abu Hurairah sempat gelisah karena ibunya masih dalam jeratan kekufuran. Dalam shahih Muslim disebutkan, dari Abu Hurairah, ia bercerita.

Aku mendakwahi ibuku agar masuk Islam. Suatu hari aku mengajaknya untuk masuk Islam, tetapi dia malah mengeluarkan pernyataan tentang Nabi yang aku benci. Aku (pun) menemui Rasulullah dalam keadaan menangis. Aku mengadu.

“Wahai Rasulullah, aku telah membujuk ibuku untuk masuk Islam, namun dia menolakku. Hari ini, dia berkomentar tentang dirimu yang aku benci. Mohonlah kepada Allah supaya memberi hidayah ibu Abu Hurairah”. Rasulullah bersabda : “Ya, Allah. Tunjukilah ibu Abu Hurairah”. Aku keluar dengan hati riang karena do’a Nabi. Ketika aku pulang dan mendekati pintu, maka ternyata pintu terbuka. Ibuku mendengar kakiku dan berkata : “Tetap di situ Abu Hurairah”. Aku mendengar kucuran air. Ibu-ku sedang mandi dan kemudian mengenakan pakaiannya serta menutup wajahnya, dan kemudian membuka pintu. Dan ia berkata : “Wahai, Abu Hurairah ! Asyhadu an Laa Ilaaha Illa Allah wa Asyhadu Anna Muhammadan Abduhu wa Rasuluhu”. Aku kembali ke tempat Rasulullah dengan menangis gembira. Aku berkata, “Wahai, Rasulullah, Bergembiralah. Allah telah mengabulkan do’amu dan menunjuki ibuku”. Maka beliau memuji Allah dan menyanjungNya serta berkomentar baik” [Hadits Riwayat Muslim]

Ibnu Umar pernah melihat lelaki menggendong ibunya dalam thawaf. Ia bertanya : “Apakah ini sudah melunasi jasanya (padaku) wahai Ibnu Umar?” Beliau menjawab : “Tidak, meski hanya satu jeritan kesakitan (saat persalinan)”.

Zainal Abidin, adalah seorang yang terkenal baktinya kepada ibu. Orang-orang keheranan kepadanya (dan berkata) : “Engkau adalah orang yang paling berbakti kepada ibu. Mengapa kami tidak pernah melihatmu makan berdua dengannya dalam satu talam”? Ia menjawab,”Aku khawatir tanganku mengambil sesuatu yang dilirik matanya, sehingga aku durhaka kepadanya”.

Sebelumnya, kisah yang lebih mengharukan terjadi pada diri Uwais Al-Qarni, orang yang sudah beriman pada masa Nabi, sudah berangan-angan untuk berhijrah ke Madinah untuk bertemu dengan Nabi. Namun perhatiannya kepada ibunya telah menunda tekadnya berhijrah. Ia ingin bisa meraih surga dan berteman dengan Nabi dengan baktinya kepada ibu, kendatipun harus kehilangan kemuliaan menjadi sahabat Beliau di dunia.

Dalam shahih Muslim, dari Usair bin Jabir, ia berkata : Bila rombongan dari Yaman datang, Umar bin Khaththab bertanya kepada mereka : “Apakah Uwais bin Amir bersama kalian ?” sampai akhirnya menemui Uwais. Umar bertanya, “Engkau Uwais bin Amir?” Ia menjawa,”Benar”. Umar bertanya, “Engkau dari Murad kemudian beralih ke Qarn?” Ia menjawab, “Benar”. Umar bertanya, “Engkau punya ibu?”. Ia menjawab, “Benar”. Umar (pun) mulai bercerita, “Aku mendengar Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda.

“Akan datang pada kalian Uwais bin Amir bersama rombongan penduduk Yaman yang berasal dari Murad dan kemudian dari Qarn. Ia pernah tertimpa lepra dan sembuh total, kecuali kulit yang sebesar logam dirham. Ia mempunyai ibu yang sangat dihormatinya. Seandainya ia bersumpah atas nama Allah, niscaya aku hormati sumpahnya. Mintalah ia beristighfar untukmu jika bertemu”.

(Umar berkata), “Tolong mintakan ampun (kepada Allah) untukku”. Maka ia memohonkan ampunan untukku. Umar bertanya, “Kemana engkau akan pergi?”. Ia menjawab, “Kufah”. Umar berkata, “Maukah engkau jika aku menulis (rekomendasi) untukmu ke gubernurnya (Kufah)?” Ia menjawab, “Aku lebih suka bersama orang yang tidak dikenal”.

Kisah lainnya tentang bakti kepada ibu, yaitu Abdullah bin Aun pernah memanggil ibunya dengan suara keras, maka ia memerdekakan dua budak sebagai tanda penyesalannya.

KISAH KEDURHAKAAN KEPADA ORANG TUA
Diceritakan ada lelaki yang sangat durhaka kepada sang ayah sampai tega menyeret ayahnya ke pintu depan untuk mengusirnya dari rumah. Sang ayah ini dikarunia anak yang lebih durhaka darinya. Anak itu menyeret bapaknya sampai kejalanan untuk mengusirnya dari rumahnya. Maka sang bapak berkata : “Cukup… Dulu aku hanya menyeret ayahku sampai pintu depan”. Sang anak menimpali : “Itulah balasanmu. Adapun tembahan ini sebagai sedekh dariku!”.

Kisah pedih lainnya, seorang Ibu yang mengisahkan kesedihannya : “Suatu hari istri anakku meminta suaminya (anakku) agar menempatkanku di ruangan yang terpisah, berada di luar rumah. Tanpa ragu-ragu, anakku menyetujuinya. Saat musim dingin yang sangat menusuk, aku berusaha masuk ke dalam rumah, tapi pintu-pintu terkunci rapat. Rasa dingin pun menusuk tubuhku. Kondisiku semakin buruk. Anakku ingin membawaku kesuatu tempat. Perkiraanku ke rumah sakit, tetapi ternyata ia mencampakkanku ke panti jompo. Dan setelah itu tidak pernah lagu menemuiku”

Sebagai penutup, kita harus memahami bahwa bakti kepada orang tua merupakan jalan lempang dan mulia yang mengantarkan seorang anak menuju surga Allah. Sebaliknya, kedurhakaan kepada mereka, bisa menyeret sang anak menuju lembah kehinaan, neraka.

Hati-hatilah, durhaka kepada orang tua, dosanya besar dan balasannya menyakitkan. Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda.

“Artinya : Akan terhina, akan terhina dan akan terhina!” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullahj, siapakah gerangan ?” Beliau bersabda, “Orang yang mendapati orang tuanya, atau salah satunya pada hari tuanya, namun ia (tetap) masuk neraka” [Hadits Riwayat Muslim]

[Diadaptasi dari Idatush Shabirin, oleh Abdullah bin Ibrahim Al-Qa’rawi dan Ilzam Rijlaha Fatsamma Al-Jannah, oleh Shalihj bin Rasyid Al-Huwaimil]

[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun VIII/1425/2005M. Penerbiit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km 8 Selokaton Gondangrejo – Solo 57183]

Adab Anak Kepada Kedua Orangtua

SIKAP ANAK KEPADA KEDUA ORANG TUA-NYA
1. “ Dan Kami wajibkan kepada manusia berbuat kebaikan
terhadap ibu bapak-nya “ ( Al ‘Ankabuut , 29 : 8 ) , “ Berbuat
baiklah terhadap kedua orang Ibu Bapak . . . . . . . . , demikianlah
itu yang diperintahkan oleh Tuhan-mu kepadamu . . . “ ( Al
An’aam , 6 : 151 ) , “ Pergaulilah keduanya (ayah-ibu) di dunia
dengan baik. ( Luqman ,31 : 15) , “ Bersyukurlah kepada-Ku dan
kepada dua orang ibu-bapakmu , hanya kepada-Ku-lah kembali-
mu. ” ( Lukman , 31 : 14-15 ) ,
2. “ Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik
kepada kedua orang ibu – bapak-nya , ibunya mengandung nya
dengan susah payah dan melahirkannya dengan men - derita
kesulitan ( pula ) mengandung -nya sampai menyapih-nya
adalah tiga puluh bulan. Sehingga apabila anak itu mencapai
dewasa dan mencapai usia empat puluh tahun , dia berkata , “
Ya Tuhanku , berilah aku petunjuk supaya aku mensyukuri
nikmat-Mu yang Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada ibu
bapakku dan supaya aku dapat mengerjakan amal soleh yang
Engkau meridhoinya , dan berilah kebaikan kepadaku ( juga )
pada keturunanku. Sesungguhnya aku taubat kepada-Mu dan
sesungguhnya akau termasuk orang – orang yang berserah diri
( muslim ).” Mereka itulah orang – orang yang Kami terima
sebaik – baik apa yang telah mereka kerjakan dan Kami ampuni
kesalahan – kesalahan mereka , termasuk penghuni – penghuni
surga , sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada
mereka. “ ( Al Ahqaaf , 46 : 15) , ( Insyaallah dengan menjalan
perintah Allah SWT. untuk berbhakti kepada kedua orang tua ,
kita dapat dimasukkan kepada golongan hamba – hamba Allah
yang diampuni dosanya , di ridhai amal solehnya sampai kepada
anak keturunannya , amin ! , dijauhkan sungguh dari perilaku
seperti apa yang tertulis di ayat selanjutnya , ayat 17 dan 18 /
pen. )
3. . . . . . . . . janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan , “ Ah / huh ! “ dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada kereka ucapan yang mulia. ” ( Al
Israa’ , 17 : 23 ) “ Dan rendahkanlah diri-mu terhadap mereka
berdua dengan penuh kesayangan , dan katakanlah : “ Wahai
Tuhan-ku , kasihanilah mereka berdua sebagaimana mereka
mendidik-ku waktu kecil. ” ( Al – Israa’ , 17 : 24 )
4. Abdullah bin Amru menceritakan bahwa Rasulullah saw
berkata, “ Kesenangan ( keridhaan ) Allah SWT. Terletak pada
keridhaan ayah dan ketidakridhaan Allah SWT. Terletak pada
ketidak ridhaan ayah. “ ( HR. Tirmidzi , Hakim ) “
5. Seorang ayah adalah pintu terbaik kesurga. Jadi terserah
kepada-mu untuk menda -patkan salah satu yang telah tersedia
untuk-mu tersebut atau meninggalkan-nya. ” ( HR.Ibnu Hibban )
6. . . . . . . , Surga dibawah telapak kaki Ibu. ( HR. Ibnu Majah ,
Nasa ’I , HR.Ahmad ) , Sesungguh-nya Allah mengharamkan
kalian durhaka kepada Ibu . . . . . ( HR. Bukhari dan Muslim )
7. “ Semua dosa itu siksaannya akan ditangguhkan Allah sesuka-
Nya , kecuali dosa karena durhaka kepada kedua orang tua ,
maka sesungguh nya Allah akan menyegerakan-nya dalam
hidup di dunia ini sebelum meninggal dunia. “ ( HR. Hakim , dan
ia berkata sanad nya : “ Shahih )
8. “ Ada dua ( dosa ) yang disegerakan hukumannya di dunia
ini , yaitu : Zina dan durhaka kepada kedua orang tua. “ ( HR.
Thabrani )
9. Abu Umamah ra. Mengisahkan, bahwa suatu kali seorang
laki-laki bertanya kepada Rasullah saw. Mengenai hak-hak orang
tua atas anak-anak mereka. Beliau menjawab , “ Orang tua
adalah surga atau neraka bagi mereka“ . ( anak-anak nya ) ( HR.
Ibnu Majah )
10. . . . . . . . . . . . . barang siapa membikin ibu – bapak nya
marah , maka berarti membikin Allah marah kepada-nya. ( HR.
Bukhari )
11. “ Maukah aku khabarkan kepada kalian mengenai dosa-dosa
besar yang paling besar ? ”. Kami dari para sahabat berkata : “
Baiklah wahai Rasulullah ! “. Beliau bersabda : “ Yaitu
menyekutukan Allah dan menyakiti kedua orang tua “. ( HR.
Bukhari dan Muslim )
12. “ Tiga perkara , dimana tidak akan bermanfaat bila amal itu
disertai dengan ketiganya. yaitu : menyekutukan Allah ,
menyakiti kedua orang tua dan lari dari medan laga ”( HR.
Thabrani dari Tsuban )
13. Seorang pemuda yang menghormati orang tua karena
memandang usianya yang lanjut maka Allah mentakdirkan
baginya pada usia lanjut orang akan menghormati-nya. ( HR.
Attirmidzi )
14. Orang yang menginginkan umur panjang dan rejeki yang
cukup , hendaknya bersikap baik dan mengasihi orang tuanya
dan sanak – familinya.” ( Anas bin Malik Ra. )
15. Menurut Abu Bakrah ( Nafi bin Harits ) Rasulullah pernah
memperingatkan tentang tiga dosa besar , Beliau bersabda : “
Menyekutukan Allah swt , Tidak mematuhi orang tua , Dalam
keadaan bangun ataupun berbaring , “ bohong atau
memberikan keterangan ( kesaksian ) palsu. ” ( HR.Bukhari –
Muslim , Tirmidzi )
16. Ada seseorang bertanya kepada Rasulullah , Apakah orang
harus taat / patuh pada orang tua nya meskipun dia kasar ( tidak
berperasaan ) terhadapnya ? , Rasulullah menjawab, : “ Ya ,
bahkan jika mereka bersikap kasar ! , Ya , bahkan jika mereka
bersikap kasar ! , Ya , bahkan jika mereka bersikap kasar !
( Abdullah Ra. )
17. Apabila seseorang meninggalkan do ’a bagi kedua orang-
tuanya maka akan terputus rejeki-nya. ( HR. Adailami )
18. Barang siapa berhaji untuk kedua orang tuanya atau
melunasi hutang-hutangnya maka dia akan dibangkitkan Allah
pada hari kiamat dari golongan orang-orang yang mengamalkan
kebajikan. ( HR. Athabrani & Addaar Quthni )
19. Jangan mengabaikan ( membenci dan menjauhi ) orang
tuamu. Barang siapa yang mengabaikan orang tua-nya maka dia
kafir ( kufur nikmat ) ( HR. Muslim )
20. 3 ( tiga ) Amalan yang sangat dicintai Allah SWT :
“ Dari Abdullah Bin Ma’sud ra. Dia bertanya kepada Rasulullah
saw. : “ Amal apakah yang sangat dicintai oleh Allah ? “. Beliau
bersabda : (1) “ Yaitu shalat pada waktunya.” Dia bertanya lagi : “
Kemudian apa ?”. Beliu bersabda : (2) “ Berbhakti kepada orang
tua “. Dia bertanya , “ Kemudian apa lagi ? “. Beliau bersabda : (3)
“ Jihad fi sabilillah”. ( HR. Bukhari dan Muslim )
21. Sesungguhnya sebaik-baik berbuat baik terhadap orang tua ,
yaitu seseorang yang menyambung persahabatan dengan
sahabat baik orang tua-nya , sepeninggal orang tuanya itu.
” ( HR. Muslim )
22. Diriwayatkan : Ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah
saw. Dengan bertanya sbb : “ Ya Rasulullah ! , apakah masih ada
yang harus saya lakukan demi berbuat baik kepada orang tua
saya , sesudah mereka itu meninggal dunia ? “ , Ya ! , yaitu :
mendoakan untuk kedua-nya , memintakan ampun untuk
kedua-nya , menunaikan janji ( amanat ) keduanya ,
menyambung silahturahim terhadap orang yang tidak bisa
tersambung melainkan lantaran kedua-nya dan mengadakan
penghormatan kepada sahabat-sahabat kedua-nya. ” ( HR. Abu
Daud & Al Baihaqi )
23. “ Siapa saja membaca Al Qur’an , mempelajarinya dan
mengamalkannya , maka dipakaikan kepada kedua orang tuanya
pada hari kiamat mahkota dari cahaya yang sinarnya bagikan
sinar matahari , dan dikenakan kepada kedua orang tuanya dua
perhiasan yang nilanya tidak tertandingi oleh dunia. Keduanya-
pun bertangay-tanya , “ Bagaimana dipakaikan kepada kami
semuanya itu ? , Dijawab , “ Karena anakmu telah membawa Al
Qur’an .” ( Al hakim )
24.Baca S. Al Israa’ , 17 : 23 – 24.
25.Dll.
CatatanPenulis :
a. Sejarah banyak mencatat bahwa orang – orang yang
mempunyai kesehatan mental yang buruk hampir semuanya
disebabkan karena suramnya masa lalu dari penderitaan -nya ,
utamanya disebabkan karena pengaruh yang buruk dalam
lingkungan keluarga-nya yang diciptakan kedua orang tua-nya
disadari atau tidak. Waspadalah wahai dikau para Orang Tua.
b. Wahai para Isri yang telah menjadi Ibu jadilah suritauladan
yang baik bagi anak-anak putrimu , dengan menjadi istri dan Ibu
sesuai ketentuan yang telah diatur oleh hukum – hukum Allah
SWT. ( Al Qur’an ) dan Sunnah Rasul-Nya , kalau saudari bisa
menjadi istri dan Ibu yang baik sesuai ketentuan Hukum Allah
SWT. dan sunnah rasul-Nya ( Al Hadits ) , Insyaallah , anak –
anak putrimu pun kelak akan dapat menjadi istri-istri yang baik
bagi para mantu-mantu lelaki-mu , dan ibu yang baik bagi cucu-
cucu- tercintamu , Sekarang ini jadilah mantu yang baik bagi
kedua orang tua suami-mu , maka insyaallah kelak mantu-
mantu-mu pun akan berbuat baik kepada-mu , demikian pula
anak-anak putrimu. Demikian pula hendaknya engkau wahai
para suami dan para ayah , jadilah suri tauladan yang baik bagi
anak-anak lelaki-mu dengan menjadi suami yang baik bagi istri-
mu dan menjadi ayah yang baik bagi anak-anakmu sesuai
ketentuan hukum Allah SWT. yang berlaku, Insyaallah , kelak
dikemudian hari anak – anak lelaki-mu-pun akan bisa menjadi
suami yang baik bagi para istri – istrinya dan bisa menjadi ayah
yang baik anak-anak-nya. Wahai para suami dan Istri ingat-lah
selalu akan hukum sebab – akibat , apa yang ditanam , itu juga
yang akan dipetik. Berlaku dan bersikaplah yang baik kepada
kedua orang tua kandung ataupun mertua , maka insyaallah
anak-anak mu dan para mantumupun akan bersikap baik
kepada-mu. Buah jatuhnya tidak akan pernah jauh dari pohon -
nya , sekiranya Allah tidak berkehendak lain. ( Baca Hukum
Sebab Akibat Sesuai Sunatullah dibab yang lain )
c. Wahai para Ayah dan Ibu anjurkanlah kepada anak-anakmu
bila kelak mereka sudah siap untuk berumah tangga , pilihlah
pasangan hidup yang baik Ahlaq dan agamanya , baru
pertimbangkanlah hal yang lainnya. Utamakan Akhlaq dan
agama - nya.
d. Orang yang beriman yang tidak mengetahui sejauh mana
kesehatan Mental-nya maka ia akan bisa tidak tahu sejauh mana
kesehatan Ibadah-nya , didalam mental yang tidak sehat akan
terdapat juga ibadah yang tidak sehat , salah satu ciri ibadah
yang sehat adalah Ibadah yang diikhlaskan hanya kepada Allah
SWT. , bagaimana caranya orang yang mentalnya tidak sehat
bisa Ikhlas dalam beribadah ?
e. Subhanullah , wal hamdulillah , Allahuakbar , betapa banyak-
nya buah-buah ranum penuh kenikmatan dari keimanan ,
ketaqwaan dan ketawakalan itu yang dinamis itu , sungguh ! ,
satu diantara-nya adalah kesehatan mental / jiwa itu sendiri.
f. Bagi saudara yang sementara ini orang tua nya memiliki
banyak kekurangan kekurangan dan kekurangan itu berdampak
bagi saudara secara mental dan phisik , maka tetaplah bersabar ,
jangan menyalahkan orang tua , inilah kenyataan hidup yang
harus saudara jalankan , terima kenyataan dan rubahlah diri
anda sendiri sebagai - mana yang Allah wajibkan kepada
saudara , dan senatiasalah mohon ampun dan pertolongan-
Nya , hargai dan hormati orang tua , sebagai mana perintah –
Nya , Tunduk dan taatilah perintahnya , selama perintahnya itu
tidak menyimpang dari hukum agama. Jangan kasar pada
keduanya . Berkatalah lembut penuh kasih sayang kepada
mereka.
g. Bagaimana cara-nya memiliki bekal itu ? Dikaruniakan oleh
Allah SWT. ! , Bagai - mana agar Allah mengkaruniai bekal itu ?
Dengan Hidayah-Nya ! , Bagaimana agar karunia hidayah itu
diberikan kepada kita ? Salah satu caranya dengan
mendengarkan bisikan suara hati ( yang haq ) kita dan ikuti
perintah dari suara hati yang haq itu dengan rendah hati dan
berserah diri.
h. Suara hati yang Haq tidak pernah membisikan hal-hal yang
buruk , bisikan-nya selalu baik dan benar karena itu berasal dari
Allah dan bersifat sunatullah ! , hanya kita-nya saja yang
sombong dan lebih membiarkan bisikan setan menguasai diri
kita dengan mengabaikan bisikan hati kita itu . Dan ketahuilah
saudara-ku meskipun bisikan hati yang haq itu tidak
meninggalkan kita tapi datang-nya tidak setiap saat sesuai
keinginan kita , yang kita khawatirkan / takutkan adalah ajal lebih
dulu datang menjemput dari datang-nya keinginan kita
mengikuti suara hati itu. Dalam sejarah kehidupan Iman dan
Taqwa hamba-hamba Allah sebelumnya - telah tercatat , betapa
banyak para penjahat yang diselamat oleh Allah SWT. karena
mengikuti perintah suara hati - nya. ( bisikan Allah melalui hati
manusia tentang Kebenaran-Nya ) , “ Rasulullah saw bersabda ,“
Pada hati manusia terdapat persinggahan setan dan
malaikat. ” ( Al Hadits )
i. Wahai engkau para remaja Muslimin dan Muslimah sayangi
dirimu dan anak – anak keturunan mu kelak dengan mulai hari
ini mau mempersiapkan diri sebaik mungkin dalam berbagai
aspek kehidupanmu , belajarlah dengan istiqamah memiliki
keahlian yang bermanfaat sebagai bekal-mu untuk menjemput
rejeki karunia-Nya. Cerdaskan badanmu ( kesehatan phisikmu ) ,
cerdaskan akal-mu dengan ilmu dunia dan akhirat , cerdaskan
emosimu dengan pengetahuan kebaikan dalam amal ,
khususnya akhlakul qarimah dan budi pekerti yang baik ,
cerdaskan spiritual-mu dengan mengamalkan keiman ,
ketaqwaan dan ketawakal - an yang ikhlas. Yang membuat
jiwamu menjadi tenang , penuh keyakin - an akan pertolongan
dan perlindungan Allah SWT. Sekarang zaman sudah modern ,
banyak sudah fasilitas untuk menjangkau semua itu , banyak
buku pengetahuan , banyak orang yang pandai disekitar-mu
peluk lah ia – rangkullah dia ( ilmu-Nya ) dengan kasih sayang –
mu untuk Nya , untuk dirimu dan anak-anakmu kelak, demi
kebaikan hidup-mu dan anak keturunan-mu. Disaat waktu - nya
jika engkau sudah tertarik dengan lawan jenis-mu berkaitan
dengan kehidupan Rumahh tangga , maka pilihlah pasangan-
mu, yang utamanya memiliki akhlak – dan budi pekerti yang
baik , yang ilmu dunia dan akhiratnya memadai. ( baik Islam-
nya) Engkau diberi kebebasan oleh Allah SWT. untuk memilih
pasangan hidup-mu , maka pergunakan amanah kebebasan itu
dengan sebaik – baiknya - berhati – hatilah memilihnya agar
slogan keluarga sakinah mawadah warohmah , bukan slogan
usang , tapi memang slogan yang up to date karena engkau
yang selalu meng up to date kannya dengan ikhtiar amal
perbuatan-mu dalam mencapainya jauh – jauh hari dari
awalnya. Allah SWT. memerintahkan kita untuk beristiqamah ,
maka beristiqamahlah dalam menjemput ilmu-Nya dan
beristiqamah dalam Mengamalkan-Nya. Sebab Perbuatan Baik
pasti Berakibat Kebaikan Juga , Insyaallah ! , Wahai Para Gadis
Persiapkan dirimu menjadi wanita yang baik( baik ilmunya ,
skillnya , baik akhlaqnya ) dan soleha agar Allah SWT.
Memilihkanmu dengan Pria yang baik dan soleh pula dengan
menggerakkan hati pria yang soleh itu melamarmu , Yakini betul
dengan Sunatullah Perjodohan yang telah ditetapkan oleh Allah
SWT. Demikian pula hendaknya Wahai engkau Pria muda
Muslim.
“ Dan diantara tanda – tanda kekuasaan-Nya DIA menciptakan
untuk kamu istri dari jenis-mu supaya kamu tentram bersama-
nya. Dan DIA menjadikan cinta dan kasih-sayang diantara
kamu . Sesungguhnya pada yang demikian itu menjadi tanda-
tanda bagi orang-orang yang berfikir. “ (Ar Ruum, 30 : 21 ) - ( Al
Furqaan , 25 : 74 )
“ Dan perempuan – perempuan yang baik adalah bagi laki – laki
yang baik , Dan laki – laki yang baik adalah bagi perempuan –
perempuan yang baik. Mereka itu terlepas ( bersih ) dari apa
yang diperkatakan orang , Bagi mereka ampunan dan rejeki
yang mulia. “ ( An Nuur, 24 : 26 , baca ayat ke 3 nya dari surat
An Nuur )
j. ( Para Pakar Ilmu Jiwa mengatakan bahwa watak / karakter
yang terbentuk dalam pertumbuhan manusia akan menetap
permanent dalam diri manusia tsb. dan tidak /sulit untuk
diubah , tapi menurut penulis bisa dirubah ( Bila Allah SWT.
berkehendak , itulah Sebabnya Mengapa ada “ Hidayah Allah “ ) ,
minimal bisa dikendali - kan kalau kita Ikhlas dan rido diatur
hidup kita oleh hukum – hukum Allah SWT. sebagaimana yang
dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Hamba Allah yang
memperoleh hidayah dan senantiasa istiqamah menjemput
hidayah – hidayah Allah SWT. berikutnya - salah satu ikhitiar
yang ia jihadkan adalah bagaimana kwalitas akhlaq - nya dia
terus kembangkan seumur hidupnya sesuai yang Allah SWT.
inginkan dalam hukum-hukum-Nya – hamba Allah yang seperti
inilah yang telah memperoleh karunia dengan mendapatkan Jati
Diri Sejati-nya –Aku adalah hamba Tuhanku/Allah SWT. dan aku
adalah raja bagi kemanusiaan duniaku , akulah yang mengatur
apa – apa yang ada didalam kemanu - siaanku itu dengan ijin
dan kuasa-Nya yang IA amanahkan kepada-ku dan aku kembali
- kan semua urusan-ku kepada-Nya , Pemilik yang syah dari
segala urusan dilangit & dibumi.)
Ada suatu kenyataan hukum dari Allah SWT. yang tidak bisa
diterima oleh Istri yang belum cukup bertaqwa , yaitu bahwa
Suami harus lebih mengutamakan Kedua Orang Tuanya , dari
pada Mertua-nya , sementara seorang Istri harus
mengutamakan suaminya daripada kedua orang tua-nya.
Seorang Ibu lebih berhak atas anak lelakinya daripada Istri-nya.
Bagi Istri - Ridho suami lebih utama dari pada Ridho kedua orang
Tua-nya , sementara Ridho orang tua bagi seorang suami lebih
utama daripada rido mertua atau ridho sang istri. Ketentuan
yang seperti ini bagi seorang istri yang belum berilmu dan
beramal agama dengan cukup , kadang - kadang bisa timbul
komentar bahwa Tuhan tidak adil , karena berkesan seolah –olah
Allah SWT.lebih mengutamakan Suami dari pada Istri.
Sekarang pertanyaan adalah : Kepada siapa seorang Suami harus
mengutamakan hormat dan taat setelah kepada Allah SWT. dan
Rosul-Nya kalau bukan kepada kedua Orang tuanya , demikian
juga seorang istri Kepada siapa seorang Istri itu harus
mengutamakan hormat dan taat setelah kepada Allah SWT. dan
Rosul-Nya kalau bukan kepada suaminya ?. ( Suaminya yang
telah mendapat mandat dari Tuhannya untuk memenuhi
kebutuhan hidup istrinya sebatas mampu ) Ya , pada akhirnya
karena memang ini sudah ketentuan Allah SWT. maka ikhlaskan
diri diatur hidup kita dengan hokum - hukum-Nya. Dan
Kewajiban suami dalam mengamalkan hukum-Nya ini adalah
bersikap arief / bijaksana dan rendah hati. Jangan mentang –
mentang dan sombong ! ( jangan sekali-kali membela kebenaran
agama demi membela kepentingan ego dan hawa nafsu /
kepuasan diri duniawi sang suami /istri atau sebaliknya ,
membela kepentingan ego pripbadi , kebenaran agama
dikesampingkan ! )
WALLAHU TA'ALA A'LAM BISH SHAWAB